Lihat ke Halaman Asli

Cerdas Pakai Media Sosial

Diperbarui: 24 Juni 2015   01:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada seorang pemuda namanya Sukmo, seorang mahasiswa dari Jogja yang bekerja di Jakarta. Sukmo pandai sekali mengolah kata-kata 120 karakter dari tangan nya, dan membuat pembaca akun twitter-nya seolah memberi sugesti bahwa apa yang ditulis Sukmo itu benar selalu.

Berkat keahliannya mengola kata-kata 120 karakter itu dia berhasil menaikan pamor seorang pengusaha untuk menjadi seorang Gubernur.

Tulisan ini bukan ceita tentang Sukmo yang menjadi pemeran utama di Film Republik Twitter, ataupun kisah cinta Sukmo dengan Harun, seorang pemeran wanita yang menjadi lawan mainnya.

namun ada sisi lain dari film ini tentang media sosial atau orang sebut juga jejaring sosial. Membangun sebuah popularitas, membuat sebuah opini sehingga orang yang tak berbuat apa-apa menjadi seorang yang di elu-elukan di masyarakat, karena dia bisa memberikan kesan yang baik terhadp dirinya.

Mungkin drama film Republik Twitter ini tak selamanya fiksi, dulu ketika Barack Obama menjadi calon Presiden Amerika, dia menggunakan twitter untuk aksi kampanye nya, dan walllaaa dia berhasil menjadi orang nomor satu di Amerika saat ini.

Penggunaan media sosial mungkin tak masalah dijadikan sebuah media kampanye bagi seorang politikus, bahkan media sosial saat ini dijadikan media promosi untuk berjualan, yang dikenal saat ini jualan online, dimana akun itu melihat kan barang-barang dagangannya serta testimoni pembeli yang telah menerima barang, untuk menabahkan tingkat trush di penjualannya.

Mungkin arti dari media sosial saat ini, yang dulu untuk berguna untuk menghubungkan orang-orang yang kita kenal, sahabat, teman dan saudara yang jauh disana dapat terus berkomunikasi dan mengetahui perkembangan hidup mereka, serta dapat bertukar informasi secara flat tampa memikirkan lagi, jarak, waktu dan tempat.

Namun saat ini media sosial banyak digunakan untuk usaha, kampanye sosial, memberikan informasi dan lainnya. Ini segi positif.

Sekarang orang lupa apa artinya media sosial yang sebenarnya, banyak orang menggunakan media sosial untuk menyebarkan fitnah, kebencian dan mengupat serapah di media sosial.

Penggunaan media sosial secara tak cerdas misalnya, ketika dia sedang marah kepada sesorang, lalu dia bikin postingan menghina temannya tersebut, membicarakan kejelekannya bahkan mungkin membuka aib temannya.

Sehingga mungkin ada perdebatan atau perang komentar-komentar pedas kedua belah pihak. Saling tuding-menuding, saling salah menyalahkan dan saling menjelekkan. Tapi mereka tak sadarkan postingan mereka berdua bisa dilihat oleh semua orang.

Orang-orang bisa menilai bagaimana pribadi mereka yang sebenarnya. Apalagi dengan posting-postingan yang menjelek-jelekan mungkin ada orang yang tak senang atau meresa terganggu kerena dia melihat di berandanya. Bisa jadi langsung hapus akun mereka dari pertemanan, bisa jadikan.

Kebiasan buruk ini yang masyarakat tak sadar di lakukan di media sosial, yang hakikinnya media untuk berkomunikasi, berinteraksi dan saling bertukar informasi malah dijadikan tempat pertarungan yang tidak bermanfaat.

Mungkin sebagian orang meresa itu tak masalah, itu hak dia atau bahkan itu wajar-wajar saja. Namun mungkin suatu saat dengan sifat tak baik memberikan postingan yang tak baik berimbas tak baik juga bagi pribadi mereka.

Misalkan begini, ketika dia melamar suatu pekerjaan di perusahaan. Perusahaan ini membutuhkan pegawai yang memeliki atitude yang baik, agar bisa memuaskn konsumen-konsumen mereka atau bahkan menjadi patner yang baik.

Tentu perusahaan yang sudah maju, yang tahu teknologi, dengan sekali ketik di www, mereka bisa tahu data pribadi calon pelamar ini, melalui akun media sosial yang dia punya. Petugas interview bisa membaca kehidupan mereka melalui postingan-postingan, apa yang mereka bagikan, apa yang mereka tulis, apa gambar yang mereka sebarkan di media sosial melaui akun pribadinya. Si petugas bisa tahu bagaiamana karakternya.

Kalau dari awal si pelamar menggunakan media sosial dengan cerdas mungkin ini adalah nilai plus bagi si calon pelamar, tapi sebaliknya. Kalau calon pelamr di jejaring sosial saja tak baik, mungkin ini nilai minus dan bisa saja di coret dalam daftar kriteria perusahaan kan?

Saya berharap ada baiknya kita selalu memperhatikan sekali, apa yang kita share, gambar apa yang kita berikan di media sosial. Ini memang hal sepele, namun beretika di media sosial pun saya rasa penting, karena hal baik selalu mendapatkan baik, yang bermanfaat selalu mendapat manfaatkan?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline