Lihat ke Halaman Asli

Fadli Zon dan Fahri Hamzah Makin Menyesatkan Diri

Diperbarui: 14 Maret 2018   17:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fahri Hamzah dan Fadli Zon (sumber: http://cdn2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/wakil-ketua-dpr_20171213_154043.jpg)

Atas postingan mereka mengicaukan (me-retweet) berita hoax, Fadli Zon dan Fahri Hamzah yang kerap disebut duo F di DPR RI itu dilaporkan ke polisi oleh Muhammad Rizki dengan nomor LP/1336/III/2016/PMJ/Dit.Reskrimsus (Kompas.com). Mereka dilaporkan karena mengicaukan ulang berita hoax yang menyebut ketua Muslim Cyber Army (MCA) adalah salah seorang pendukung Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok.

Apakah hal itu disengaja? Mungkin saja bukan. Kendati mereka kerap memelintir makna kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi), tentu tidak tepat kalau mereka langsung divonis. Mungkin saja mereka benar-benar tidak tahu, tapi keburu bersemangat membagikan ke publik.

Pasalnya, duo F itu bukan orang sembarangan. Pendidikan mereka tak bisa dianggap sepele. Yang satu doktor dan satunya sarjana ekonomi. Sebagai sarjana sudah pasti mereka memiliki etika akademis yang tinggi. Mereka juga sudah sangat terbiasa berpikir metodologis. Mereka sangat paham bahwa suatu informasi selalu memiliki banyak sisi. Bisa fakta, khayal, gosip, atau hoax. Mereka bisa memilah mana yang layak dipublikasi dan yang tidak.

Alasan lainnya, keduanya adalah politisi yang sudah malang melintang hutan rimba politik. Mereka sangat paham apa yang memiliki nilai strategis untuk mendapatkan dukungan dan mana yang menjatuhkan. Apa yang bisa menjadi bahan pergunjingan di warung kopi dan yang layak dibahas serius di gedung DPR, mereka sangat paham.

Itu artinya, kalau mereka menyuguhkan hoax, yang bisa menyesatkan, bahkan memancing kemarahan di kalangan orang-orang yang tak senang dengan Ahok, boleh jadi sekedar kelalaian karena semangatnya yang amat tinggi membagi informasi. Jika benar demikian, maka mereka layak dimaafkan dan tidak mengulanginya lagi.

Tapi apa boleh begitu? Secara pribadi tentu saja boleh. Cuma, karena sudah terlanjur masuk ranah publik, tentu ukurannya bukan lagi boleh tidaknya secara pribadi. Yang berlaku di ranah publik, tentu saja hukum publik. Tampaknya, inilah yang mendasari pemikiran Muhammad Rizki sehingga merasa perlu melaporkan mereka ke polisi.

Sekarang, "bola" sudah di kawasan polisi. Biarlah polisi memainkan bola itu menurut ketentuan, melakukan menyelidikan dan penyidikan untk menentukan layak-tidaknya mereka dijadikan tersangka.

Rupa-rupa Respon

Atas pelaporan kedua duo F itu, rupa-rupa respon di kalangan masyarakat bermunculan. Banyak yang senang dan banyak juga yang sebalinya. Ada yang bilang Fadli dan Fahri kena batunya. Itulah risiko kalau terlalu rajin bicara dan malas mendengar. Yang lain lagi bilang itulah konsekuensi orang yang selalu menyuburkan sikap kebencian dalam hati.

Intinya, ada yang merasa bersyukur kalau kali ini si Duo F akan berurusan dengan polisi. Kalau perlu ditahan selama beberapa hari supaya mereka berkesempatan menghitung kancing bajunya yang sudah lama tak diperhatikan.

Respon sebaliknya tentu bisa dilihat dari pengikut si duo F. Sudah pasti mereka menilai bahwa si duo F tidak salah. Yang salah adalah Jawa Pos sebagai pemuplikasi pertama berita itu. Fadli dan Fahri hanya meneruskan karena kelalaian.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline