Tak ada angin tak ada hujan, Sri Bintang Pamungkas (SBP) yang sempat diciduk karena dugaan rencana makar pada 2 Desember 2016 kembali menggelorakan usaha menghentikan langkah Joko Widodo (Jokowi). Kalau pada Pilpres 2014 ia sempat bilang, "Prabowo boleh kalah, tapi Jokowi tidak boleh menang", kali ini jauh lebih keras. Bukan lagi soal menang-kalah. Pencalonan Jokowi sebagai Capres 2019-2014 pun harus digagalkan.
Bukan main! Ketidaksukaan SBP kepada Jokowi sudah sampai di ubun-ubun. Ia masih tak sadar bahwa mimpinya di tahun 2014 sudah ditelan fakta. Prabowo yang dijagokannya empat tahun lalu itu tidak dipilih oleh mayoritas rakyat pemilih.
Lantas, mengapa ia tak senang Jokowi? Rupanya, alasan SBP belum berubah. Ia masih mengungkit-ungkit isi orasinya di berbagai kesempatan sebelum diciduk karena dugaan makar. Ia masih bicara kedekatan Jokowi dengan RRC. Masih bicara isu PKI yang menurutnya muncul pada saat kepemimpinan Jokowi.
Namun, yang lebih ia takutkan ialah munculnya Jokowi sebagai calon tunggal pada Pilpres 2019 gara-gara ketentuan Presidential Threshold yang disahkan DPR beberapa waktu lalu. Bagi dia, ketentuan yang mematok ambang batas capres sebesar 20 persen kursi parpol di DPR dan 25 persen suara sah nasional tersebut merupakan rekayasa untuk menjadikan Jokowi sebagai calon tunggal pada Pilpres 2019. Ini tidak boleh terjadi, harus dicegah, katanya kepada pers.
Menurutnya, jika hal itu terjadi (calon tunggal) dan Jokowi terpilih untuk periode kedua, sangatlah berbahaya. Penjualan negara terhadap RRC akan terulang lagi dan masuknya tenaga kerja dari RRC bisa makin intens. Juga Sangat mungkin terjadi asymmetric war yang dibuat China dan di-approve oleh rezim Jokowi, katanya di di Rumah Kedaulatan Rakyat, Jl Guntur, Setiabudi, Jakarta Selatan, Kamis (8/3/2018) seperti diwartakan media. (detik.com).
Bukan itu saja. Pria pendiri PUDI (Partai Uni Demokrasi Indonesia) yang gagal meraup suara pada Pemilu 1999 itu juga menilai kondisi nagara saat ini kacau balau. Utang negara makin menjadi-jadi di bawah kepemimpinan Jokowi. Utang negara sebesar 60 miliar USD saat ini sangat jauh bila dibandingkan dengan 6 miliar USD di masa Presiden Suharto, katanya.
Galang Kekuatan
SBP tampak begitu gelisah. Mungkin saja tidak bisa tidur tanpa minum pil penenang. Maka, untuk menenangkan diri, ia berencana menggalang kekuatan untuk menolak Jokowi pada Pilpres 2019. Harapannya, rakyat yang sudah melihat kemajuan negara di bawah kepemimpinan Jokowi bisa berbalik arah menolak pencalonan Jokowi.
Menanggapi hal itu, Ketua DPP Golkar Ace Hasan Syadzily menyatakan SBP boleh saja berpandangan seperti itu. Itu haknya. Namun, Ace mengingatkan SBP agar tidak terlalu banyak berimajinasi dengan perang asimetris tersebut.
Tanggapan yang berbeda dikemukakan oleh Ketua DPP PDIP, Hendrawan Supratikno. Bagi Hendrawan, SBP sebaiknya bergabung dengan parpol saja, misalnya jadi caleg. Di situ SBP bisa menjual program yang menarik simpati masyarakat dan konstituen. Setelah itu SBP bisa tampil sebagai politisi beken.
Saran-saran seperti itu, tentu tidak menarik bagi SBP. Ia sendiri sudah mencoba dengan menjadi anggota DPR lewat PPP pada masa kepemimpinan Presiden Suharto. Karena keberaniannya melawan Suharto SBP memang sempat sangat polpuler. Namun, masa jabatan di DPR tidak bertahan sampai akhir masa jabatan. Ia dicopot karena PPP menilai sikapnya di DPR melencengan dari garis kebijakan partai.