Jessica sudah ditetapkan sebagai tersangka pembunuh Mirna, 30/1/16. Penyidik terus melakukan pemeriksaannya sebagai tersangka tunggal. Menurut Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes M Iqbal, pemeriksaan yang dilakukan penyidik fokus pada penguatan alat bukti sehingga tidak terbantahkan dan untuk meyakinkan hakim dan jaksa dalam persidangan nanti.
Dari pernyataan ini jelas penyidik tidak lagi memosisikan Jessica sebagai orang yang mungkin bersalah dan mungkin tidak. Asas Presumption of Innocence (praduga tak bersalah) sudah di-jauh-kan dari Jessica. Proses penangkapan dan penahanan Jessica menunjukkan hal tersebut. Ia ditangkap saat bedara di Hotel Neo, Mangga dua, Jakarta Pusat, diperiksa selama sembilan jam, sesudah itu langsung ditahan.
Menurut Iqbal, alasan penangkapan dan penahanan Jessica ini agar tidak mempersulit penyidikan. Alasan ini jelas aneh. Pasalnya, sebelum ditetapkan menjadi tersangka, Jessica selalu kooperatif. Lima kali ia bolak-balik dipanggil dan diperiksa oleh polisi, Jessica tak pernah mangkir. Ia selalu hadir tepat waktu. Mengapa setelah ditetapkan menjadi tersangka Jessica dipastikan memersulit penyidikan?
Memang bisa saja Jessica kabur setelah dirinya ditetapkan menjadi tersangka. Misalnya melarikan diri ke luar negeri. Namun, kemungkinan ini mustahil terjadi. Pihak Imigrasi telah mengunci langkah Jessica dengan cekal sehari sebelumnya atas permohonan polisi melalui suratnya No.R/541/I/2016/DATRO, tertanggal 26 Januari 2016. Lalu, di mana sulitnya?
Nampaknya Polisi merujuk ketentuan Pasal 21 ayat (1) KUHAP. Aturan itu bilang: penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana.
Pertanyaannya, apa yang dikuatirkan polisi? Jessica melarikan diri, jelas tak mungkin. Merusak atau menghilangkan barang bukti dan/atau mengulangi tindak pidana? Bisa saja ya. Tapi barang bukti apa yang dimaksud? Bukankah semua barang yang dinililai polisi penting milik Jessica dan keluarganya sudah disita polisi sejak tanggal 12 Januari? Bagaimana mungkin Jessica merusak atau mengilangkan barang bukti yang ada di kantor polisi? Mau mengulangi perbuatan yang disangkakan? Ah jangan mengada-ada!
Perlakuan Tak Adil
Perlakuan tak adil terhadap Jessica ternyata sudah dimulai sejak tanggal 12 Januari 2016. Ketika itu polisi melakukan penggeledahan rumah tanpa surat perintah penyidik dan ijin dari Ketua Pengadilan setempat. Hal ini sempat diprotes oleh pengacara Jessica, Yudi Wibowo. Beberapa saat kemudian, petugas memang menunjukkan Surat Perintah penggeledahan. Menurut Yudi, ketika berbicara dalam diskusi ILC tanggal 2 Februari, surat tersebut baru dibuat di atas mobil yang diparkir di depan rumah Jessica dan ditandatagani oleh Dirkrimum Polda Metro Jaya, Krishna Murti. Berbekal surat itu, penyidik lantas melakukan penggeledahan, walaupun ijin ketua pengadilan tidak ada.
Menurut Pasal 33 ayat (2) dalam keadaan yang dinilai perlu, penyidik memang dapat mengeluarkan surat perintah penggeladahan. Bahkan tanpa ijin Ketua Pengadilan, penyidik boleh menggeledah (Pasal 34 ayat (1) KUHAP). Namun, penggeledahan semacam ini tidak boleh suka-suka. Ketentuan ayat (2) menegaskan, penyidik tidak diperkenankan memeriksa atau menyita surat, buku dan tulisan lain yang tidak merupakan benda yang berhubungan dengan tindak pidana yang bersangkutan, kecuali benda yang berhubungan dengan tindik pidana yang bersangkutan atau yang diduga telab dipergunakan untuk melakukan tindak pidana tersebut dan untuk itu wajib segera melaporkan kepada ketua pengadilan negeri setempat guna memperoleh persetujuannya.
Pertanyaannya, apakah barang-barang yang disita polisi di rumah Jessica berkaitan dengan tindak pidana? Jika polisi menjawab ya, itu artinya pada saat itu secara substansial Jessica sudah divonis sebagai pelaku tindak pedana pembunuhan, sekalipun belum formal. Lalu mengapa dia masih harus ditahan? Mengapa Dirkrimum Polda Metro Jaya, Krishna Murti masih membujuk-bujuk (memaksa?) Jessica agar mengaku sebagai pembunuh supaya hukumannya ringan? Apakah ini adil bila hal serupa tidak dilakukan kepada Hani yang juga hadir saat Mirna meninggal?
Bukan Hanya Rumah Jessica