Lihat ke Halaman Asli

Yosafati Gulö

Wiraswasta

Alasan Penting Mengapa Prabowo Tak Boleh Meninggalkan Jakarta

Diperbarui: 29 Mei 2019   23:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar tempo.co

Setelah kepergian Prabowo ke Dubai kemarin pagi berbagai pertanyaan di kalangan masyarakat muncul. Main tebak-tebakan dan duga-menduga pun muncul. Tapi tak satu pun yang memastikan alasan kepergiannya dan untuk kepentingan apa.

Menurut berita di banyak media, Prabowo pergi menggunakan pesawat carteran dari bandara Halim Perdana Kusuma menggunakan Private Jet Ambraer 190/Lineage 1000, Noreg : 9HNYC. Turut berangkat bersamanya Tedy Arman, Yoriko Fransisko Karundeng, Gibrael Habel Karapang.

Selain itu, ada empat warga asing, dua orang warga Rusia yakni Mikhail Davzdov dan Anzhelika Butaeva, satu orang warga Amerika bernama Justin, serta satu orang warga Jerman Mischa Gemermann. (Tribunnews.com).

Pertanyaannya, mengapa hal itu diributkan? Sebagai warga negara, ia punya hak untuk pergi ke mana saja ia mau, asalkan memenuhi persyaratan penerbagangan. Lagi pula pesawat yang dipakai adalah carteran dengan uangnya sendiri. Bukan fasilitas negara atau gratisan. Sebagai Capres pun tak ada larangan udang-undang baginya untuk pergi.

Terus terang, saya tidak mau ikut-ikutan membahas alasan mengapa ia pergi dan untuk apa. Saya hanya berkata bahwa Prabowo pergi ke Dubai karena ada urusan penting. Sama seperti kita kalau pergi ke suatu tempat. Tidak asal pergi tanpa tujuan seperti Caleg yang linglung. Pasti karena suatu tujuan penting, bukan? Jadi, biarkan saja dia pergi. Toh pada saatnya nanti akan pulang juga sepanjang tidak lupa jalan pulang dan letak Indonesia.

Menurut saya, hal yang semestinya banyak dibahas ialah mengapa Prabowo penting tetap berada di Indonesia? Inilah yang coba saya kemukakan dalam tulisan berikut dengan harapan akan ada diskusi yang makin membuka wawasan kita.

Dalang kerusuhan

Perlu diingat dulu, kerusuhan tanggal 21 dan 22 Mei terkait erat dengan Pilpres 2019. Tanpa Pilpres, tidak ada demonstrasi, dan tanpa demsontrasi mustahil ada kerusuhan yang memakan korban nyawa manusia dan sejumlah besar material lainnya.

Para perusuh memang sudah ditangkap. Tapi bukan pembuat skenario. Bukan dalang. Mereka hanyalah suruhan. Mereka mau disuruh karena dibayar. Yang menyuruh siapa? Ini belum diungkap di media massa. Masih didalami polisi.

Tapi jangan dikira, polisi tak tahu apa-apa. Dengan kehebatan intelijen hampir bisa dipastikan nama dalang sudah dikantongi polisi. Hanya saja, polisi tidak mau terburu-buru mengungkap sebelum memiliki bukti yang cukup menurut ketentuan hukum.

Boleh saja orang bilang, itu tanggung jawab Eggi Sudjana dan kawan-kawannya karena mereka yang paling getol meneriakkan people power. Dugaan makar yang dilakukan Eggi dan Kivlan Zen yang berusaha menduduki kantor KPU dan Bawaslu tanggal 9 Mei 2019 untuk mendesak KPU mendiskualifikasi Paslon 01, kemudian melantik Prabowo-Sandi menjadi Presiden dan Wakil Presiden RI, jangan dikira hanya kemauan mereka sendiri sehingga bertanggung jawab sepenuhnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline