Lihat ke Halaman Asli

Yosafati Gulö

Wiraswasta

FPI, Macan Tinggal Sekandang dengan Kawanan Domba

Diperbarui: 12 Mei 2019   06:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Logo FPI

Tak mau kalah dengan pendukung petisi "Stop ijin FPI" di laman www.change.org sejak 5 Mei lalu, tiga hari sesudahnya para pendukung FPI pun meluncurkan petisi berjuluk "Dukung FPI Terus Eksis".

Sampai tulisan ini dibuat, jumlah penandatangan petisi stop izin FPI sudah mencapai angka 372.395 orang. Yang satunya mencapai 160.235 orang. 

Keduanya terus bertambah dari detik ke detik, walaupun kecepatannya berbeda. Entah mana yang akhirnya lebih banyak, kita masih menunggu.

Pertanyaan dasarnya, mengapa izin FPI perlu dihentikan, atau sebaliknya, perlu didukung agar terus eksis. Apa manfaatnya bagi masyarakat, bangsa dan negara Indonesia? Mengapa banyak yang tak senang FPI di luar kelompok mereka?

Mari kita terlusuri idealisme FPI dan membandingkannya dengan fakta tindak tanduk mereka selama ini.

Bertemunya dua kepentingan
Perlu diingat bahwa FPI tidak muncul tiba-tiba. Ia lahir sebagai buah perkawinan dua kepentingan setelah Presiden Suharto lengser 21 Mei 1998. Di satu sisi, pihak keamanan memerlukan dukungan sipil untuk mengamankan situasi. Di sisi lain, banyak tokoh Islam merasa memerlukan dukungan penguasa untuk membela kepentingan Islam yang dinilai terzolimi cukup lama. Klop.

Setelah Suharto lengser, demonstrasi ternyata tidak berhenti. Sampai-sampai MPR merasa tergangu untuk melaksanakan Sidang Istimewa MPR, 10-13 November 1998 untuk melantik Presiden B.J. Habibie dan agenda mendesak lainnya.

Tujuannya demo tidak tunggal. Barmacam-macam dan berseliweran. Ada yang bertujuan menegakkan kepentigan negara menurut ide awal reformasi, ada yang sekedar memerjuangkan kepentingan kelompok maupun individu. Saling susup-menyusup, saling menunggangi, yang apabila tidak segera ditangani bisa saja terjadi konflik berkepanjangan yang mengancam keutuhan negara.

Pihak keamanan pusing. Mau menyerang demonstran, tidak mungkin.  Tewasnya empat mahasiswa Universitas Trisakti dan puluhan yang luka pada demo tanggal 12 Mei 1998 dinilai cukup. Lagi pula, kenekatan mahasiswa memaksa Suharto lengser, sesungguhnya mewakili suara hati sebagian besar rakyat Indonesia, politisi, akademisi, para petinggi negara, termasuk TNI, dan Polri.

Di sela-sela kebingungan itulah muncul ide membentuk Pam Swakarsa (Pasukan Pengamanan Masyarakat Swakarsa), yang diharapkan meredam gelombang demonstran. Bahu-membahu dengan pihak keamanan untuk mengerem laju demonstrasi. Di antara anggota kelomppk itu banyak yang kemudian dikenal sebagai pendiri FPI. Itulah sebabnya, tak mengherankan bila di awal berdirinya FPI begitu mesra, dekat, dengan para petinggi ABRI (TNI) seperti Wiranto, Djadja Suparman, Zacky Anwar Makarim, Kivlan Zen, Fachrul Rozi, Suaidi M maupun dari Polri Nugroho Djayusman.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline