Pada 3 Mei 2024, saya berkesempatan menghadiri Focus Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan oleh Badan Strategi Kebijakan Luar Negeri. Diskusi ini mengikutsertakan berbagai pihak, termasuk Bupati Natuna, perwakilan TNI AL, serta akademisi. Kami membahas isu kritis tentang ancaman konflik di Laut China Selatan terhadap kedaulatan Indonesia, dengan fokus khusus pada wilayah Natuna.
Sebagai mahasiswa yang menempuh studi di Kepulauan Riau dan menjabat sebagai Puteri Maritim Kepulauan Riau 2023 serta Duta Maritim Indonesia, saya merasa terpanggil untuk meningkatkan kesadaran dan memperjuangkan isu ini dengan lebih intensif.
Latar Belakang Konflik Laut China Selatan
Laut China Selatan merupakan jalur perdagangan internasional yang sangat strategis dan kaya akan sumber daya alam. Konflik di wilayah ini dipicu oleh klaim tumpang tindih dari beberapa negara, terutama China yang mengklaim hampir seluruh wilayah tersebut berdasarkan "sembilan garis putus-putus" (nine-dash line). Klaim ini jelas mengancam kedaulatan Indonesia, terutama di wilayah perairan Natuna.
Laut China Selatan adalah salah satu kawasan laut paling strategis di dunia, menghubungkan Samudra Pasifik dengan Samudra Hindia. Kawasan ini tidak hanya penting sebagai jalur pelayaran internasional yang menghubungkan Asia Timur dengan Eropa dan Timur Tengah, tetapi juga kaya akan sumber daya alam seperti minyak, gas alam, dan ikan.
Berdasarkan data dari Council on Foreign Relations, diperkirakan sekitar satu pertiga dari total perdagangan laut dunia melewati Laut China Selatan setiap tahunnya. Oleh karena itu, stabilitas dan keamanan di kawasan ini menjadi kepentingan global, termasuk bagi Indonesia.
Solusi dan Strategi
Dalam diskusi tersebut, berbagai solusi untuk mengatasi ancaman ini diusulkan. Berdasarkan pemahaman saya, solusi yang paling realistis dan mendesak adalah peningkatan infrastruktur di Natuna, pengembangan Natuna sebagai kota maritim, dan pemberdayaan masyarakat lokal. Berikut penjelasan rinci dari solusi-solusi tersebut:
1. Peningkatan Infrastruktur
Masalah utama yang dihadapi Natuna adalah kekurangan infrastruktur. Seperti yang diungkapkan oleh Wakil Bupati Natuna, kapal-kapal asing yang melintasi Selat Melaka cenderung singgah di Singapura untuk memenuhi kebutuhan mereka seperti bahan bakar dan logistik. Hal ini disebabkan oleh kurangnya fasilitas yang memadai di Natuna. Dengan meningkatkan infrastruktur seperti pelabuhan, fasilitas pengisian bahan bakar, dan akomodasi, Natuna dapat menjadi pilihan utama bagi kapal-kapal asing untuk singgah.