Setelah memperoleh izin dari komandan, tepat jam 18 di sore hari kala pintu benteng ditutup dan semua tentara sudah harus kembali ke dalam benteng. Sersan ini tetap tinggal di luar dan bersembunyi di belakang hutan rimba.
Jam 19 kala hari sudah mulai gelap, sang sersan keluar dari tempat persembunyiannya. Diam-diam sembari bersembunyi, sersan telah sampai di pinggir hutan. Dalam waktu satu jam lagi, ia akan tiba di dekat rumah jaga orang Aceh.
Penulis juga menceritakan bahwa model rumah di Aceh adalah rumah panggung. Rumah Aceh ini dibangun cukup tinggi karena sering dilanda banjir besar. Di kolong rumah bertiang tinggi ini, sersan tersebut bersembunyi.
Tidak beberapa lama kemudian, kira-kira 30 orang Aceh mendatangi rumah tersebut sambil membawa senjata. Setelah menaiki tangga, mereka duduk di pinggir dinding di ruang tamu. Karena susunan bambu lantai rumah tidak begitu rapat, sersan yang bersembunyi di bawah rumah dapat melihat keadaan di dalam.
Di antara orang-orang yang tengah berkumpul, ada satu orang berpakaian putih menggunakan surban sutera kira-kira berumur 40 tahun, wajahnya brewok dan rupanya sangat mirip orang Arab.
Di ikat pinggangnya ada klewang (pedang panjang) bertahta emas dan intan, di sisi sebelahnya ada satu revolver (pistol). Di tangan kanannya, pria berpakaian putih ini memegang tasbih sementara tangan kirinya memegang mushaf.
Setelah menghitung orang yang hadir di rumah tersebut, pria berpakaian putih ini memulai pembicaraan. Sersan yang menyimak pembicaraan di dalam rumah segera mengetahui kalau pria ini menyuruh semua orang Aceh untuk berkumpul di mesjid jam 01 malam itu. Sersan juga mendengar bahwa pria ini akan memperlihatkan sebuah tempat di mana terdapat banyak senjata.
Sersan berpandangan bahwa yang dilihat teman-teman tentara bukanlah hantu melainkan mata-mata sekaligus menyimpan senjata di kuburan. Kemudian orang-orang Aceh yang berkumpul di dalam rumah dipandu oleh pria berpakaian putih melakukan zikir sembari memukul dada.
Merasa telah mendapat informasi yang memadai, sersan segera meninggalkan rumah tersebut dan kembali ke benteng. Kira-kira 200 meter dari benteng, dia memberikan isyarat ke pos jaga dengan menirukan suara burung. Dari benteng, si penjaga merespons sambil membukakan pintu.
Segera setelah sersan melaporkan apa yang dia lihat dan dengar dari rumah tersebut, komandan memerintahkan semua tentara untuk berbaris dan menyampaikan perihal yang diceritakan sersan. Opsir penulis buku menyebutkan:
"Sekarang orang-orang baroe mengarti jang boekan setan itoe tetapi pengintip. Opsier-opsier pikirannja tentoe itoe tempat dimana itoe setan selamanja dilihat, di sitoe djoega di simpan sendjata-sendjata; bagitoe djoega pikirannja si-sersan. Sebab itoe dija minta permisie akan periksa betoel itoe tempat koeboeran."