Lihat ke Halaman Asli

Keprihatinan Seorang Operator Warnet (6)

Diperbarui: 17 Juni 2015   19:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

MURAHNYA HAK CIPTA

Semakin berkembangnya tehnologi semakin menciptakan kemudahan-kemudahan dalam banyak hal. Seperti yang sering saya tuliskan dalam tulisan-tulisan saya sebelumnya, berkembang pesatnya tehnologi akan membantu kita terutama dalam menjalani profesi/pekerjaan kita. Seorang guru jauh lebih mudah mendapatkan referensi mengajarnya, seorang penyiar radio lebih mudah membaca berita-berita yang up to date, pelajar dan mahasiswa tidak perlu berlama-lama duduk di perpustakaan.

Semua orang yang bisa mengoperasikan komputer pasti tahu istilah copas (copy & paste). Dengan hanya beberapa kali klik terciptalah sebuah tulisan/referensi yang kita inginkan, baik dalam soft copy maupun hard copy. Tapi pernahkah kita berpikir atau bertanya apakah tulisan yang kita copas memiliki hak cipta atau tidak. Di pemikiran saya hak cipta ada dua, yaitu hak cipta yang dikeluarkan sebuah institusi resmi seperti HAKI (Hak Kekayaan Intelektual), sedangkan yang kedua adalah hak cipta etika. Hak cipta etika adalah hak cipta tak tertulis yang melekat pada penulis. Berbeda dengan hak cipta tertulis yang konsekuensi hukumnya jelas, hak cipta etika lebih mengedepankan pada apresiasi kita pada penulis atau pembuatnya. Sejelek apaun sebuah tulisan membutuhkan sebuah inspirasi dan pemikiran yang tidak datang secara tiba-tiba.

Tulisan, gambar dan apapun itu dibuat dengan harapan menjadi inspirator dan referensi bagi orang lain. Tapi menjadikannya referensi tidak harus menggandakan, cukup dibaca atau dipelajari. Kalau sumbernya dari internet kita bisa mem-bookmark-nya untuk dibaca dan dipelajari dilain waktu , kalau itu berupa hard copy kita bisa membelinya atau meminjamnya dari perpustakaan terdekat. Kebiasaan-kebiasaan memfoto copy / copas adalah hal sederhana yang tanpa sadar kita telah melecehkan pencipta/pengarangnya.

Dalam kehidupan sehari-sehari yang saya temui (dalam kapasitas saya sebagai operator warnet), banyak pelajar mulai dari sekolah dasar sampai sekolah lanjutan mengerjakan tugas di warnet. Dalam hitunganmenit berlembar-lembar kertas lengkap dengan gambar disertai keterangannya muncul di printer. Tak diragukan lagi kalau itu adalah hasil copy & paste. Kadang saya iseng-iseng nanya kok cepat banget ngerjakannya. Jawabannya sudah bisa di tebak, “Khan tinggal copy paste”.

Dari kejadian-kejadian seperti diatas yang saya temui di warnet membuat saya berpikir bahwa guru-guru disekolah mereka membudayakan copy & paste, yang ujung-ujungnya mengesampingkan pentingnya sebuah hak cipta, baik tertulis ataupun etika.Saya tidak tahu dengan pasti bagaimana mereka (para bapak dan ibu guru) memberi tugas, sehingga murid-muridnya menerjemahkannya dengan copy & paste.

Di butuhkan kesadaran yang tinggi untuk sekedar menghargai karya orang lain, dan memanfaatkan tehnologi dengan bijak. Ini hanyalah keprihatinan seorang operator warnet..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline