Lihat ke Halaman Asli

Yonathan Lu Walukati

Seorang pemalas yang kadang suka menulis

Kemarin Bapak Berulang Tahun

Diperbarui: 16 Juli 2023   08:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

P. Willy CSsR

"Buah jatuh tak jauh dari pohonnya."

Barangkali, pepatah di atas bisa menjadi awal yang baik untuk tulisan ini. Tentu saja, bila tidak cocok, saya akan memaksakannya untuk cocok-cocok saja. Sebab, itulah yang kemudian terbaca di sini, bukan?

Saya mengutip pepatah itu lantaran menyaksikan perayaan ulang tahun bapak, yang, tentu saja bapak tidak tahu bahwa ia sedang berulang tahun. Setidaknya, sipit sedikit dengan saya, yang, tidak merayakan ulang tahun. Maka, benarlah pepatah itu, bukan?

Pukul 21.35 kemarin, saya dan kakak saya merencanakan "perayaan kecil-kecilan" untuk ulangtahun Bapak. Rencana awalnya, adalah saya dengan kakak pertama, sebab semuanya dalam rumah tidak ada yang tahu, bahwa bapak sedang berulang tahun pada 15 Juli. Lalu saya disuruh memanggil mama. Dan, jadilah mama yang akan membawa kue ulangtahun untuk bapak. 

"Ndappa pi-mbunya ba ulangtahun nggia," kata bapak. Ia sama sekali tidak tahu bahwa ia sedang berulang tahun. Singkatnya, bapak meniup lilin ulangtahunnya, lalu menyerahkan kue ulang tahun itu untuk dipotong oleh mama. Dan, di sini lagi-lagi pepatah pada awal tulisan ini saya munculkan. "Buah jatuh tak jauh dari pohonnya." Bapak memilih tidak memakan kue ulang tahunnya. 

Sampai di sini, kalian percaya saja, toh?

Oke, lanjut.

Tidak ada yang istimewa dalam perayaan ulang tahun yang tidak direncanakan ini. Pagi-pagi sekali, selepas minum kopi, bapak mengambil parang, lalu memotong kayu dari pohon kelengkeng yang telah mati dimakan hujan berturut-turut. Pohon yang mati itu, kayunya dipotong kecil-kecil agar bisa digunakan untuk memasak. 

Oh, iya. Ngomongin pohon, sejak kecil, saya sudah terbiasa melihat bapak menanam pohon. Pohon-pohon yang ditanamnya cukup banyak dan beragam. Mulai dari pohon kehi untuk pagar, pohon Jati, pohon Mahoni, Inju Watu hingga pohon Cendana. Pepohonan itu ditanamnya di sawah, di Padang dan di halaman rumah. Spirit leluhur telah bersemayam dalam diri bapak. Bapak percaya, bahwa menanam pohon, bukan semata untuk kehidupan kita, melainkan juga untuk berterima kasih pada alam yang telah menyediakan udara yang segar, cuaca yang sejuk dan tempat beristirahat yang aman untuk tidur siang.

Bapak adalah Orang Sumba Tulen, yang di dalam jiwanya mengalir ajaran leluhur untuk menjaga alam. Ajaran inilah yang membawa saya pada satu kesimpulannya kecil yang bisa berubah suatu waktu: Ambu luppa ta pa-ho mangu ummangu la umma wiki-nda. Jangan sampai kita menyapa tamu di rumah kita sendiri. Padahal, kitalah tuan rumah atas tanah kita, rumah kita. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline