Lihat ke Halaman Asli

Yonathan Lu Walukati

Seorang pemalas yang kadang suka menulis

Sayen dan Konflik Agraria di NTT

Diperbarui: 28 Juni 2023   08:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Screenshot dari film Sayen

"Sayen dan Konflik Agraria di NTT"

Sebut saja judulnya demikian. Walaupun, isinya tidak akan membahas kata-kata setelah konjungsi 'dan'. Dan, ya. Saya bingung memulainya dari mana. Namun, karena hari ini hujan dan bulan Juni masih tinggal sebentar lagi berakhir, saya akan memulai tulisan ini begini:

Hujan Bulan Juni benar-benar tiba hari ini. Ia datang sejak pukul empat telah menghabiskan setengahnya hingga pukul lima lebih sedikit. Cukup deras memang, tapi dirindukan oleh buciners sejati karena provokasi opa Sapardi. 

Sepeninggalan Hujan Bulan Juni, sore menjadi benar-benar sepi. Pun demikian dengan dingin yang menghantui. Belum lagi senja pukul lima kesayangan orang-orang tidak lagi menampakkan diri. Maka, ngopi saja tidak cukup bagi saya untuk menghangatkan diri dari cengkraman dingin. Oleh karena itu, saya memutuskan untuk nonton. 

Kemudian, pilihan saya jatuh pada film Sayen, sebuah film besutan sutradara, Alexander Witt yang merupakan film bergenre Action Thriller. Sayen berkisah tentang seorang gadis yang membalaskan dendamnya dengan cara memburu orang-orang yang telah membunuh neneknya. Berbekal pengetahuannya tentang alam dan dibantu bakat pelatihannya, ia mampu membalas komentar dendamnya sekaligus menguak konspirasi sebuah perusahaan yang mengancam tanah leluhurnya.

Percakapan demi percakapan yang dimulai dari menit ke-14 hingga menit ke-18, seakan mengingatkan saya pada beberapa kasus investasi yang sangat menggiurkan di NTT, yang, tentu saja berkaitan dengan tanah adat atau tanah ulayat. Mari kita berandai-andai sambil menghitung banyaknya konflik agraria di NTT, konflik warga masyarakat adat dengan aparat, pelibatan pemuka agama untuk memuluskan geothermal, hingga pariwisata super premium yang hanya dinikmati orang-orang kaya. 

"Tolong dipahami baik-baik. Kita semua akan untung," kata seorang pembeli kepada nenek Ilwen. 

"Kalian membeli," jawab nenek Ilwen. "Kami bisa tinggal di sini." Kemudian dilanjutkan dengan bertanya, "kalian dapat apa dari ini?"

"Ekowisata berdasarkan preservasi," jawab seorang pemuda yang hendak membeli tanah hutan (Tanah Ulayat) milik komunitas di sana. 

"Tapi, wisata tak pernah ekologis dan hutan melakukan preservasi sendiri," balas nenek Ilwen.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline