Lihat ke Halaman Asli

Yons Achmad

Pengamat Komunikasi

SBY Tak Ingin Prabowo Menang

Diperbarui: 10 April 2019   09:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Lewat kajian semiotika politik, kita bisa membongkar pesan tersembunyi beragam peristiwa politik yang terjadi di tanah air. Kali ini, kita akan bongkar pesan politik tersembunyi surat SBY yang mengkritik kampanye akbar Prabowo-Sandi di Gelora Bung Karno (Minggu/7/4/19). 

Kantor berita BBC Indonesia (8/4/19) memberi judul terkait dengan peristiwa itu seperti ini, "Surat SBY soal 'politik identitas', kritik Prabowo atau demi elektabilitas Demokrat? Berita ini bisa menjadi pemantik kritis awal kita membaca pesan politik yang sebenarnya.

Saya kira, pesan politik atau kritik sebenarnya bukan persoalan kampanye yang dinilai tak lazim dan tak inklusif itu. Kenapa? Sebagai tokoh yang sangat berpengalaman dikancah politik bahkan bisa menjadi presiden dua periode, SBY tentu bukan politisi yang lugu. 

Argumen itu begitu mudah dibantah dan justru tak produktif. Bagi saya, pesan politik yang tersembunyi, tak pernah diulas di media, SBY tidak ingin Prabowo menang. Itu. Bagaimana penjelasannya?

Dalam surat yang beredar di media dan sangat besar kemungkinan sengaja disebarkan, terlihat SBY begitu curiga dan bahkan cenderung memberikan stigma Prabowo memainkan politik identitas. Tuduhan ini tentu tak berdasar. Kenapa? Yang jelas-jelas memainkan politik identitas, justru kubu Jokowi. 

Kumpulan partai "nasionalis" yang terang-terangan menjadikan Kiyai Ma'ruf Amin sebagai cawapres dengan tujuan meraup dukungan kalangan Islam, khususnya NU. 

Pertanyaannya, siapa yang diuntungkan dari hebohnya surat SBY itu? Jelas, tanpa analisis yang mendalam, kubu petahana paling diuntungkan. Kubu Prabowo paling dirugikan. Hanya saya kira, surat itu tak begitu banyak bepengaruh.

Di tengah gegap gempita pilpres, memang nama SBY nyaris tenggelam. Setelah gagal mengantarkan anaknya Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menjadi gubernur Jakarta, kemudian gagal menjadi cawapres Prabowo, nyaris SBY jarang mendapat tempat di panggung politik. 

Lantas, bagaimana nasib partai Demokrat? Nah, sebenarnya inilah point utamanya. Artinya apa? Surat yang beredar ke publik itu sejatinya menjadi semacam posisi tawar SBY untuk menyelamatkan Demokrat. Itu saja.

Kalau kita lihat data, diantaranya Kajian Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia yang dirilis Juli 2018 diprediksi total suara Demokrat hanya 4,4%. Sementara survei Litbang Harian Kompas, Demokrat disebut bakal meraih 4,6% suara nasional. 

Salah satu survei terkini, yang dilakukan Charta Politika, memprediksi Demokrat meraup 5,2% suara. Dengan data demikian, maka wajar Demokrat mencari cara jitu agar elektabilitasnya naik. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline