Lihat ke Halaman Asli

Yons Achmad

Pengamat Komunikasi

Cyber Army PKS VS Jasmev PDIP, Siapa Menang?

Diperbarui: 23 Juni 2015   23:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1397279849799099643


Setidaknya, ada dua pasukan dunia maya yang cukup aktif berkampanye di pemilu legislatif 2014.Cyber Army di kubu partai keadilan sejahtera (PKS) dan Jasmev di kubu Partai Demokrasi Indonesia (PDIP) Perjuangan. Pasukan maya ini terlihat begitu aktif bertahan dan saling serang membela partai dan jagoannya. Hasilnya apa? Partai keduanya gagal melampaui target.Suara PDIP tak sampai 20% , begitu juga suara PKS tak bisa masuk 3 besar. Itu suara versi hitung cepat. Namun, saya kira apapun hasilnya kedua pasukan ini masih akan melakukan peperang media menuju pemilu presiden nantinya. Tentu saja kalau PKS tak berkoalisi dengan PDIP. Kalau koalisi, peperangan bakal berakhir.

Melihat performa keduanya, ada kesamaan wajah. Cyber Army PKS dan Jasmev PDIP sama-sama melakukan strategi bertahan dan menyerang. Strategiklasik yang digunakan dalam setiap peperangan. Masing-masing bertahan, menahan gempuran dengan argumen-argumen kebenaran menurut keyakinan masing-masing. Ketika ada kesempatan menggempur, masing-masing terlihat begitu pro aktif melakukan serangan. Baik melalui teks media,poster-poster provokasi, begitu juga video-video audiovisual yang memperlihatkan kelebihan dan kekurangan masing-masing. Hasilnya? Sama-sama kalah. Tentu saja sebutan kalah ini tak bisa diterima oleh mereka.Baiklah, katakan saja misalnya sama-sama tak sesuai target. Sementara, di partai lain, pasukan maya partai Gerindra dengan strategi bertahan dan kampanye khasnya meraih keberhasilan. Apa rahasianya?

Partai Gerindra, dengan tokoh Prabowo yang kontroversial memang menjadi bulan-bulanan tersendiri di media sosial. Tapi, yang dilakukan cukup bertahan. Tak terlalu reaktif melakukan pembelaan-pembelaan, apalagi dengan membabi buta. Selebihnya, kampanye sosial media yang dilakukan adalah dengan aktif mensosialisasikan program-program partainya. Di Facebook, maupun Twitter, partai Gerindra melakukan itu. Satu-satunya cara yang diandalkan adalah “jualan” program. Inilah rahasia keberhasilan Partai Gerindra. PDIP dan PKS, walau tentu punya program, tapi tak tersosialisasikan secara baik. Bahkan, dari penelitian kecil saya, banyak dari kader-kader yang sibuk berkampanye di sosial media tak pernah tahu apa program partainya. Ironi yang menyebabkan kekalahan.

Lantas, siapa yang akhirnya menang? Saya masih berkeyaninan bahwa yang “jualan” programlah yang akan memang. Bukan yang riuh di sosial media dengan saling serang. Sementara, dalam studi Ilmu Komunikasi, ada beberapa hal yang perlu dilakukan agar kampanye bisa menyejukkan, simpatik dan benar-benar bisa mencerdaskan publik sebagai bentuk pendidikan politik.

Ada beberapa hal yangmesti dihindari dalam kampanye sosial media. Seperti sebuah studi yang dilakukan Larry Bartels (1998) dalam buku “Campaign Reform: Insights and Evidence” Diantaranya (1) Nasty yaitu kampanye yang tidak sopan, tidak patut dan tidak berurusan dengan esensi pemerintahan atau kebijakan publik, antara lain mempersoalkan etnis (mungkin juga agama/penulis), penampilan personal atau masalah keluarga yang berlebihan (2) Inaccurate artinya tidak akurat dalam menampilkan data-data apapun di dalamnya (3) Unfair yaitu tidak adil, menggunakan gambar-gambar atau prediksi yang melebihi kenyataan yang ada. Baik untuk menambah kualitas kandidat atau kebijakan tertentu maupun memberi impresi negatif terhadap pihak maupun kebijakan lain.

Barangkali, apa yang disampaikan itu terlampai etik dan normatif. Tapi, sesungguhnya yang menjunjung semua itulah yang akan mendapatkan dukungan publik. Kita tahu, pemilu legislatif 9 April 2014 lalu wajah kampanye politik di sosial media sangat buruk. Sebagai masyarakat yang menjunjung akal sehat,khususnya pendukung partai politik tertentu, lebih khusus lagi anggota pasukan maya sosial media, tentu tak perlu abai dengan hal-hal di atas. Nekat melanggar? Jelas publik akan melawan dan kampanye yang dilakukan pasti akan gagal dan sia-sa. Jagoannya tak dicoblos atau didukung. Sekarang silakan memilih sesuai selera (Yons Achmad).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline