Lihat ke Halaman Asli

APBD 2014, Opsi Terakhir?

Diperbarui: 17 Juni 2015   09:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“…. terimakasih dan cukup, Wassalamualaikum warahmatullahiwabarakatuh” kata penutup dari  Yuswandi A. Temenggung (Sekjen Depdagri) dalam menfasilitasi pertemuan Pemerintah DKI (eksekutif dan legislatif) terkait kisruh APBD. Meski akhirnya deadlock, namun pihak Kemendagri sudah mendapat klarifikasi dari Para Pihak, sebagai masukan dalam melakukan evaluasi RAPBD 2015 DKI. Untuk melakukan evaluasi tersebut hanya diberi waktu 15 (hari kerja) RAPBD, maka Kemendagri tidak mungkin menfasilitasi lagi, tetapi langsung menerbitkan Kepmendagri tentang hasil Evaluasi RAPBD DKI TA. 2015, yang tentunya wajib ditindaklanjuti antara legislatif yang diwakili Badan Anggaran dan Eksekutif diwakili Panitia Anggaran dalam menyesuaikan APBD (dalam waktu 7 hari kerja).

Mengingat keputusan Kemendagri  tersebut tanggal 13 Maret 2015, maka setelah tanggal tersebut sudah dipastikan tidak ada lagi RAPBD DKI dalam 2 versi lagi, Yang ada hanya satu yaitu RAPBD DKI 2015, jadi nggak perlu gontok-gontokan versi lagi lah.

Dan tinggal tunggu apakah Pemerintah DKI memakai RAPBD 2015 untuk selanjutnya disahkan sebagai Perda APBD dengan syarat telah dibahas bersama antara eksekutif dan legislatif, atau deadlock lagi dan memakai APBD 2014 ?

Kalaupun terpaksa memakai APBD 2014 sebagai akibat tidak ditindaklanjuti hasil evaluasi, maka apabila Mendagri (kemungkinannya) membatalkan sebagian isi RAPBD dimaksud, adapun konsekwensinya potensi anggaran pendapatan tidak bisa digunakan secara maksimal untuk penganggaran belanjanya.

Kalo dilihat potensi anggaran DKI 2015 sebesar Rp 73,083 triliun, sedang anggaran belanja yang digunakan APBD 2014 senilai Rp 72,9 triliun, maka ada selisih yang berpotensi tidak bisa digunakan sebesar Rp.183 M (dianggap sebagai SilPA Tahun Anggaran Berjalan).

Selain itu jumlah anggaran belanja sebesar Rp 72,9 triliun tersebut, masih harus dikurangi lagi, antara lain:

1. Belanja wajib misal : kewajiban membayar pihak ke tiga alias hutang, gaji pegawai, biaya operasional kantor misal: listrik, telepon, internet dll.

2. Anggaran belanja yang sumber dananya dari Pemerintah Pusat, yang sudah spesifik/ditentukan peruntukannya.

Hasil perhitungan itulah yang bisa digunakan untuk belanja Pemerintah DKI, dalam melaksanakan  RKPD Tahun 2015 untuk pencapaian visi dan misi Gubernur DKI.

Sekarang tinggal pilih …  lebih baik yang mana ?… ya, Sumonggo.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline