Pencetakan uang telah menjadi topik yang sangat hangat di perdebatan klasik dalam pengelolaan ekonomi suatu negara. Bagi sebagian masyarakat awam, solusi sederhana yang terlintas dipikiran hanyalah cara mengatasi permasalahan utang dan kesulitan ekonomi dengan mencetak uang sebanyak-banyaknya. Namun, realitas ekonomi jauh lebih kompleks dari sekadar menambah jumlah uang yang beredar.
Pencetakan Uang Rupiah merupakan suatu rangkaian kegiatan mencetak Uang Rupiah yang dilakukan oleh Bank Indonesia berdasarkan rencana cetak dalam periode tertentu, Pencetakan uang bukanlah sekadar mencetak lembaran kertas bernilai. Ini adalah proses kompleks yang membutuhkan perhitungan matematis dan pertimbangan ekonomi mendalam Karena itu tidaklah mudah untuk mencetak uang sebanyak-banyaknya untuk mengatasi permasalahan utang dan kesulitan ekonomi banyak yang harus dipertimbangkan oleh Bank Indonesia (BI).
Faktor yang dipertimbangkan oleh Bank Indonesia. Yaitu Cadangan devisa negara pada tahun 2023, cadangan devisa Indonesia mencapai sekitar 146,4 miliar USD, Setiap lembar uang yang dicetak harus memiliki ground ekonomi yang kuat, tidak sekadar menambah jumlah uang beredar namun dengan mempertimbangkan cadangan devisa yang kuat dan kebutuhan untuk menjaga stabilitas ekonomi, Bank Indonesia berupaya untuk mengambil keputusan kebijakan moneter yang bijaksana. Selanjutnya Proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal terakhir mencapai 5,05%, yang menjadi salah satu pertimbangan utama dalam kebijakan pencetakan uang karena memberikan landasan bagi Bank Indonesia untuk merumuskan kebijakan pencetakan uang yang cermat dan terukur. Terakhir Tingkat inflasi Bank Indonesia menargetkan inflasi pada kisaran 31%. Setiap keputusan pencetakan uang harus mempertimbangkan dampaknya terhadap tingkat inflasi. Setiap keputusan mengenai pencetakan uang harus mempertimbangkan dampaknya terhadap tingkat inflasi, karena pencetakan uang yang berlebihan dapat menyebabkan inflasi yang tidak terkendali.
Ketika jumlah uang yang beredar meningkat tanpa diimbangi dengan pertumbuhan produksi barang dan jasa, hal ini dapat memicu kenaikan harga, sehingga mengurangi daya beli masyarakat. Oleh karena itu, Bank Indonesia dan pemerintah perlu berhati-hati dalam mengelola kebijakan moneter untuk menjaga stabilitas ekonomi dan mencapai target inflasi yang telah ditetapkan.
Nah karena resiko-resiko tersebut lah mengapa Bank Indonesia tidak membabi buta dalam mencetak uang, selain itu dalam sejarah Venezuela dan Zimbabwe menjadi contoh terburuk akibat pencetakan uang tidak terkendali karena terlalu banyak uang yang beredar menyebabkan Venezuela (2016-2019) mengalami Inflasi mencapai 1.000.000%, uang kehilangan 99,9% nilainya dalam hitungan bulan dan Masyarakat mengalami krisis kemanusiaan selanjutnya Zimbabwe (2008) Inflasi mencapai 89,7 septiliun persen, uang kertas bernilai miliaran tidak mampu membeli sepotong roti dan Ekonomi praktis runtuh total.
Pengalaman pait pernah juga menimpa Indonesia pada krisis moneter 1998 dimana Krisis moneter 1998 menjadi pelajaran berharga bagi Indonesia. Pada saat itu, inflasi mencapai 60%, rupiah anjlok, dan perekonomian nasional mengalami guncangan hebat. Dari pengalaman ini, Bank Indonesia mengembangkan sistem pengendalian moneter yang jauh lebih canggih.
Indonesia, sebagai negara dengan sistem ekonomi yang terus berkembang, memiliki mekanisme yang sangat hati-hati dalam pengelolaan mata uang. Melalui Bank Indonesia, negara ini telah mengembangkan strategi moneter yang canggih untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional. Melalui penerapan kerangka penargetan inflasi, integrasi kebijakan makroprudensial, dan pengembangan infrastruktur keuangan digital, Bank Indonesia berupaya menciptakan lingkungan ekonomi yang stabil dan berkelanjutan.
Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut dibutuhkan strategi komprehensif yang melibatkan Kebijakan moneter cerdas, Manajemen utang berkelanjutan, Pengembangan sektor produktif. Nah sudah tau kan kenapa Pencetakan uang bukanlah solusi ajaib untuk menyelesaikan persoalan ekonomi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H