Lihat ke Halaman Asli

Hikayat Keluarga Emak Ijah

Diperbarui: 17 Juni 2015   08:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Alkisah di sebuah rumah yang sederhana, emak Ijah tinggal bersama dua anaknya yang masih bocah. Satu bernama Kudil, satu lagi bernama Adil. Emak ijah sehari-harinya bekerja di pasar. Sementara itu, Kudil dan Adil hanya bermain di rumah saja.

Suatu hari, emak Ijah pulang dari pasar. Melihat emaknya pulang, Kudil dan Adil senang bukan kepalang.

"Hore, emak pulang!" Teriak kedua bocah itu secara kompak.

"Emak hari ini bawa apa ya? Tanya Kudil kepada Adil.

"Mana aku tahu, dil. Ayo kita lihat saja!" Jawab Adil.

Kudil dan Adil segera menghampiri emaknya. Ditariknya rok emak Ijah. Kudil dan Adil yang penasaran kemudian bertanya pada emaknya.

"Emak bawa apa?"

Emak Ijah hanya tersenyum dan menjawab singkat.

"Emak hari ini bawa ikan asin."

"Yeeeeeee!" Teriak Kudil dan Adil.

Maklum saja. Bagi keluarga emak Ijah yang miskin, ikan asin sudah dianggap sebagai makanan mewah.

Emak Ijah segera menuju ke dapur untuk menggoreng ikan asin. Hmmmmm. Bau ikan asing yang digoreng emak Ijah tercium ke mana-mana. Sungguh menggugah selera.

"Yeeeeee. Ikan asin bikinan emak sudah matang." Sahut Kudil dan Adil ketika melihat emaknya menghidangkan ikan asin di atas meja makan.

Ditemani sebakul kecil nasi putih dan secobek sambal terasi, sepotong ikan asin tersaji di atas meja. Sepotong. Iya, hanya sepotong. Emak Ijah hanya mampu membeli ikan asin sepotong. Seperti biasanya, ikan asin yang cuman sepotong itu akan dibagi bertiga dengan anak-anaknya.

"Kudil dan Adil. Sebelum kita makan siang, ayo kita berdoa dulu ya?"

"Ya maaaak." Kudil dan Adil menjawab bersamaa.

Emak ijah dan kedua anaknya pun berdoa sambil memejamkan mata.

"Ya Tuhan. Berkatilah makanan yang sederhana ini. Semoga dengan berkat yang Engkau berikan, keluarga kami memperoleh kebahagiaan. Amin."

Keluarga sederhana ini mengusapkan tangan ke wajahnya masing-masing tanda selesai berdoa.

Saat ketiganya membuka mata. Suatu keanehan terjadi. Ikan asin hilang dari meja.

"Emaaak, ikan asinnya hilang maaaak!" Teriak Kudil dan Adil yang tampak panik.

"Ya ampun. Kemana hilangnya ikan asin tadi? Emak Ijah jadi ikut-ikutan panik.

Suasana tambah kacau ketika Kudil dan Adil menangis dengan kerasnya.
Emak Ijah yang panik dan kebingungan berusaha menenangkan anaknya.

"Sudah, sudah. Kudil, Adil, Jangan menangis!"

Usaha emak Ijah gagal. Tangis Kudil dan Adil malah semakin keras.

"Emaaaaaak. Nanti kita makan apa kalau ikan asinnya hilang?"

Emak Ijah belum sempat menjawab pertanyaan anaknya, saat tanpa sengaja pandangannya tertuju pada sosok di depan pintu rumahnya.

Ow, ternyata dia pencurinya, kata emak Ijah dalam hati. Siapakah sosok yang dilihat emak Ijah itu?

Rupanya sosok pencuri yang dilihat emak Ijah adalah seekor kucing kampung. Kucing kampung pencuri ini berwarna belang dan berwajah lucu. Mulutnya tampak menggigit ikan asin jatah makan siang keluarga emak Ijah. Kucing itu memandang wajah emak Ijah dengan tatapan mengejek, lalu ngeloyor pergi meninggalkan keluarga emak Ijah yang panik dan kebingungan. Namanya juga kucing. Tak ada rasa belas kasihan.

Emak Ijah hanya bisa mengelus dada. Tak ada niat sedikit pun untuk mengejar atau setidaknya melempar kucing pencuri itu dengan panci. Apa daya. Emak Ijah terlalu gendut.

Emak Ijah pasrah. Kudil dan Adil juga pasrah. Mereka tak punya pilihan lain selain menyantap menu makan siang hambar yang tersisa. Sebakul nasi putih, dan secobek sambal terasi.

TAMAT




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline