Lihat ke Halaman Asli

Pondok Kayu

Diperbarui: 24 Juni 2015   13:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sebuah hunian yang kesepian terbuat dari kayu dan beratapkan seng yang berkarat. sepertinya pondok itu di tinggalkan oleh petani yang berhuma. Pintunya tak terkunci. Hanya di tutupi oleh beberapa potong papan yang di makan rayap. Cukup mudah bagiku untuk membukanya. sedangkan jendelanya copot. Mungkin engselnya tak kuat lagi menahan daun pintunya yang sudah bertengger lumayan lama. Kondisi atapnya juga tidak begitu menggembirakan, tapi lumayan untuk berteduh di siang hari. bekas. Bekas lahan garapan sang penghuni pondok ini sudah tak terlihat lagi. Sebab semak belukarnya terlalu berakar dan menyulitkanku untuk menguaknya.

Perjalananku yang tersesat membawaku ke pondok ini. Setelah melewati beberapa bukit-bukit kecil dan menyeberangi sebuah anak sungai maka sampailah aku di sini. Aku tak tahu mengapa aku bisa tersesat. dan aku juga tak tahu mengapa aku bertemu dengan pondok kayu ini. Sepertinya alam yang menuntunku kemari. Bertemu dengan kisah masa dulu yang terlupakan oleh manusia. Pondok tua yang terbuat dari kayu dan menua seiring tumbuhnya semak belukar di sekelilingnya. Raut wajah sang pondok itu sepertinya belum begitu renta. Dari caranya menyambut kedatanganku, aku tahu kalau dia sedang larut dalam lamunannya dan sedikit terkejut oleh kedatanganku.

Aku hanya diam. Sebab aku tak ingin membuat pondok tua yang terbuat dari kayu ini semakin terusik. Pondok ini sepertinya sedang tidur sebelum aku datang kemari. Sepertinya dia larut dalam keheningannya  di tengah hutan setelah di tinggal oleh tuannya. Aku mencoba menerka-nerka apa yang telah terjadi beberapa tahun yang lalu di saat pondok ini masih di huni oleh sang tuan. Namun aku tak bisa tuk menceritakannya pada kalian. Biarlah hanya aku dan pondok tua itu yang tahu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline