Lihat ke Halaman Asli

Sengsara Membawa Nikmat

Diperbarui: 26 Juni 2015   10:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

12920754881301459943

Kalau kamu menyukai sastra Indonesia, atau kamu masih ingat pelajaran bahasa Indonesia tentang karya sastra terbesar, pasti judul tulisan diatas sudah tidak asing lagi di telinga. Kalau aku tidak salah itu adalah salah satu karya Marah Rusli yang sejaman dengan Siti Nurbaya.

Siang ini, gara-gara kecelakaan kecil yang aku alami dua hari yang lalu, aku terpaksa melarikan sepeda motorku ke bengkel. Stangnya bengkok dan goyang. Ketika aku mengecek buku servisnya, ternyata memang bertepatan dengan jadwal servicenya.

Jadilah aku menunggu antrian di bengkel. Suara deru motor terasa sangat bising ketika telepon genggamku berdering. Aku terlanjur yakin kalau telepon tersebut dari seorang saudari, yang sejak tadi kami bersms ria.

“Hi, Lin! Iya di bengkel lagi service motor nih. Yah, jadi gimana rencana kita ya?” serobotku langsung saja.

“Yong, ini Adri! Dari Pontianak!”

“Uppps! Oooh…Adri…iya, aduh sorry kirain saudari di Surabaya…he he…” jawabku malu-malu ketika menyadari bahwa saudari yang menelponku bukan saudari yang sama yang sejak tadi kami bertukar pesan. Pueeeng…!!!

Akhirnya siang itu, acara service motor tidak terlalu menjemukan, ditambah aku juga bisa berfacebook ria :) Tapi percakapan siang itu benar-benar memberiku inspirasi untuk menjadikannya sebuah tulisan!

A adalah salah satu saudari yang aku kenal pada tahun-tahun pertama kami ke Pontianak sekitar 1996.Waktu itu dia kuliah di salah satu universitas. Entah bagaimana, akhirnya A terpaksa berhenti kuliah, seingatku salah satu penyebabnya adalah karena keputusannya untuk mengikut jalan Tuhan. Dia sempat disidang dan diusir dari keluarga dimana dia tinggal selama di Pontianak.

Untuk membiayai kehidupan sehari-harinya, A pun bekerja menjadi karyawan BPS yang door to door mencari data penduduk.

Kehidupannya  tidak mudah. Banyak tantangan, pergumulan dan masalah yang harus dihadapinya. Aku ingat sewaktu aku membimbingnya dulu, tidak jarang aku mendudukkannya untuk mendisiplinkan, menegur dan mengingatkan beberapa tindakannya yang sedikit melenceng. Tidak jarang aku membuatnya menangis.

Tapi syukurnya dia tidak pernah kesal atau sakit hati karena ketegasanku. Sebaliknya kami menjadi teman baik.

Setelah aku berada di Surabaya, aku mendengar kabar bagaimana dia akhirnya bertemu seorang Chinese dan menikah dengannya! (Ohya, A adalah orang Toraja)

Bagiku waktu itu, sungguh sebuah kabar baik! Penantiannya akan seorang pasangan hidup, dan salah satu pergumulan terbesarnya, akhirnya dijawab juga oleh Tuhan! Terlebih dia mendapatkan seseorang yang jauh lebih baik dari yang dipikirkannya! Setelah menikah, mereka sama-sama memimpin sebuah ministry!

Beberapa bulan yang lalu A tiba-tiba mulai merasakan keanehan pada tubuhnya. Sepertinya ada sebuah benjolan di bagian perutnya. Ketika diperiksa, ternyata benjolan tersebut adalah mioma, tapi sudah sepanjang 13 cm! Akhirnya A pun disarankan untuk mengangkat benjolan yang telah merusak indung telurnya. Awalnya A bersama suaminya hanya senyum-senyum ketika mendengar saran dokter spesialis tersebut, karena mereka sadar bahwa biaya operasi tersebut jauh dari jangkauan mereka.

Tapi Tuhan benar-benar bekerja. Suaminya yang hanya seorang karyawan biasa di perusahaan pipa, menceritakan perihal sakit yang diderita A istrinya. Eh, bossnya berbaik hati menawarkan mereka untuk operasi ke Kuching (Malaysia) dan tidak keberatan membiayai semua biaya perawatannya!

Dan itu adalah kepergian pertama mereka ke luar negeri. Semuanya ditanggung oleh boss suaminya tersebut.     Si A yang sedang dalam masa pemulihan tertawa senang menceritakannya di telepon kepadaku, bagaimana sakitnya ini telah membawanya ke luar negeri dan gratis pula! Walau akhirnya rahim A harus diangkat dan dia tak akan bisa punya anak lagi (thanks God mereka sudah dikarunia seorang anak yang kini berusia sekitar 2 tahunan) tapi A merasa bagaimana Tuhan bekerja dengan ajaib dalam kehidupannya.

“Tuhan punya rumus matematika sendiri, Yong. Kita tidak pernah mengerti, tapi Dia benar-benar murah hati! Gara-gara sakit yang aku derita, aku justru bisa ke luar negeri . Setiap 3 bulan aku akan ke Kuching untuk check up selama 1 tahun, dan kami tidak mengeluarkan biaya sepeser pun!”

Dan anaknya yang sudah memasuki usia playgroup, ternyata bersekolah di salah satu sekolah elite di Pontianak, juga gratis!

Awalnya seorang saudari yang bernama S, bekerja di sebuah panti asuhan sebagai tukang cuci baju dan juru masak. Setiap bekerja, S selalu membawa anaknya ikut serta.

Suatu kali, pemilik panti asuhan tersebut berbicara kepada S, menanyakan mengapa anaknya tidak bersekolah saja. Si S pun menjawab apa adanya bahwa dia dan suaminya tidak memiliki biaya untuk menyekolahkan anaknya.

Ternyata pemilik panti asuhan itu baru saja membuka sebuah sekolah playgroup di sebuah mall yang terkenal, yang uang pangkalnya 4-5 juta dan sppnya Rp 400.000/bln. Pemilik panti asuhan itu akhirnya menawarkan S untuk menyekolahkan anaknya di sekolahnya dengan gratis.

Bagusnya lagi, 2 anak dari saudari di Pontianak yang juga belum bersekolah di usia sekolah, juga diijinkan bersekolah di tempat tersebut gratis, termasuk anak si A!

Mendengar kisah tersebut, aku benar-benar terinspirasi dan diingatkan kembali betapa luar biasanya Tuhan. Seringkali aku berpikir, itu bisa terjadi kepada A atau orang lain, tapi mungkin tidak dalam hidupku….tapi itu tidak benar! Dia masih bekerja sampai hari ini, kita masih bisa menemukan keajabain dan karya-karyanya dalam hidup kita! Sekalipun ditengah kesengsaraan…. :)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline