Lihat ke Halaman Asli

Yon Bayu

TERVERIFIKASI

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Pemenang Pilgub Jabar Ditentukan Sebelum Pencoblosan

Diperbarui: 29 Oktober 2024   12:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gedung Sate. Foto: Kompas.com

Pemilihan Gubernur dan wakil Gubernur Jawa Barat menjadi salah satu yang menarik karena memiliki mata pilih terbesar yakni 35,9 juta jiwa, mengungguli Jawa Timur yang hanya 31 juta mata pilih. Sayangnya pemenang sudah "ditentukan" jauh sebelum pencoblosan gara-gara egoisme partai politik yang lebih suka menyombongkan kewenangannya daripada mendengarkan aspirasi rakyat.

Sejatinya masyarakat Jawa Barat memiliki banyak calon pemimpin, baik yang sudah pernah menjabat sebagai kepala daerah maupun yang berkiprah di pentas nasional. Ridwan Kamil, misalnya, mestinya bisa melanjutkan tugas di Jawa Barat. Demikian  juga mantan wakilnya, Uu Ruzhanul Ulum.

Namun RK sepertinya dipaksa hengkang ke Jakarta, sementara Uu tidak mendapat dukungan partai politik seperti halnya Desy Ratnasari (PAN), Syaiful Hudan (PKB) maupun Rhesa Yogaswara (ICMI).

"OTW"-nya RK ke Jakarta memberi peluang besar kepada Dedi Mulyadi untuk memenangi kontestasi elektoral di Tanah Pasundan.  Selain didukung partai koalisi istana, seperti Gerindra, Golkar, Demokrat, dan PAN serta semua partai nonparlemen, Dedi Mulyadi sudah "berkampanye" sejak 2-3 tahun  lalu.

Hengkangnya RK ke Jakarta juga tidak terlepas dari intrik di mana Golkar "dipaksa" mengikuti skenario Gerindra yang mengincar Jawa Barat. Jika Golkar tetap ngotot mencalonkan RK di Jawa Barat, maka koalisi di beberapa daerah terancam bubar. Bahkan bisa merembet ke jumlah kursi kabinet yang diterima dari Presiden Prabowo Subianto yang notabene juga Ketua Umum Partai Gerindra. 

Sebagaimana dikatakan Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia, kursi kabinet yang diperoleh partainya tidak terlepas dari "tukar guling" beberapa posisi lain, termasuk ketua MPR sehingga kader Gerindra, Ahmad Muzani, terpilih secara aklamasi.

Terlebih Dedi Mulyadi, mantan bupati Purwakarta 2 periode dan mantan anggota DPR RI, didampingi Erwan Setiawan yang sangat dekat dengan bobotoh fanatik karena merupakan anak mantan bos Persib, Umuh Muhtar. Karir politiknya juga cukup lumayan dengan menjadi Ketua DPRD Kota Bandung 2009-2014, serta Wakil Bupati Sumedang 2018-2023.

Satu-satunya pasangan calon yang dapat menjadi batu sandungan bagi Dedi adalah Ahmad Syaikhu-Ilham Habibie. Paslon nomor urut 3 tersebut diusung PKS, NasDem dan PPP. PKS punya pengalaman memenangkan kadernya di Pilgub Jawa Barat, yakni Ahmad Heryawan yang memenangni Pilgub Jabar 2013 berpasangan dengan Deddy Mizwar. Terlebih Ilham Habibie punya potensi menarik dukungan dari luar kader dan simpatisan PKS.  

Bagaimana dengan padlon Acep Adang Ruhiyat-Gitalis Dwi Natarina. Satu-satunya basis suara paslon nomor urut 1 ini adalah kader dan simpatisan PKB. Sebab baik Acep maupun Gita KDI merupakan kader PKB. Pengalaman keduanya di DPR RI tidak cukup untuk menarik dukungan massa di luar PKB. Popularitas Gita KDI juga tidak terlalu moncer. Bahkan saat menjadi petahana, Gita gagal melenggang ke Senayan di Pemilu 2014.    

Calon yang diusung PDI Perjuangan lebih "menyedihkan". Rekomendasi DPP PDIP kepada Jeje Wiradinata bisa dibilang sebuah kecelakaan. Menjelang akhir pendafataran di KPU, PDIP terlihat gamang untuk memutuskan calon guibernur di Jawa Barat dan Jakarta. Terpilihnya Jeje hanya 2 jam sebelum penutupann pendaftaran sehingga saat mendaftar Jeje yang sedang berada di Pangandaran, tidak bisa datang ke kantor KPU di Bandung.  

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline