Lihat ke Halaman Asli

Yon Bayu

TERVERIFIKASI

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Negara Jangan Berdagang dengan Rakyat

Diperbarui: 5 Februari 2024   10:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Capres nomor nurut 1 Anies Rasyid Baswedan. Foto: Dok. KPU via Kompas.com 

Debat capres kelima menjadi panggung yang sempurna bagi capres nomor urut 2 Anies Rasyid Baswedan dalam mengelaborasi visi-misi dan keberpihakannya pada kelompok rentan dan masyarakat kecil.

Anies menggunakan bahasa isyarat ketika membuka paparan terkait program kerjanya sesuai tema debat terakhir yakni kesejahteraan sosial, kebudayaan, pendidikan, teknologi informasi, kesehatan, ketenagakerjaan, sumber daya manusia dan inklusi.

Anies menunjuk jam tangan, lalu membuat gerakan menukar posisi menggunakan kedua telapak tangan. Bahasa isyarat tersebut bermakna waktunya perubahan. Pembuka debat yang cerdas, sekaligus menunjukkan empati terhadap penyandang disabilitas.

Keberpihakan terhadap penyandang disabilitas sudah ditunjukkan Anies ketika menjadi gubernur DKI Jakarta. Seluruh bangunan pemerintah dan publik publik dilengkapi dengan fasilitas untuk penyandang disabilitas.

Tidak berlebihan ketika Anies mengatakan akan menjadi pemimpin yang satu kata dengan perbuatan. Sebuah komitmen yang menggetarkan sekaligus teladan di tengah merosotnya nilai-nilai kejujuran dan etika para penyelenggara negara.

Ada beberapa poin inti dari visi-misi Anies terkait tema debat yang relevan dengan kondisi saat ini.

Pertama, negara jangan berdagang dengan rakyat. Kita merasakan bagaimana negara menjadikan BUMN sebagai "toko ritel" yang dipaksa mencari keuntungan sehingga fungsi utamanya sebagai soko guru dalam sistem ekonomi kerakyatan menjadi kabur.

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri pernah mengkritik pengelolaan BUMN yang dianggap sudah seperti perusahaan swasta. Padahal keberadaan BUMN merupakan amanat konstitusi untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat, dan stabilisator perekonomian nasional. Bukan semata mencari keuntungan.

Kedua, negara tidak pelit kepada rakyat. Di masa lalu subsidi merupakan kewajiban negara untuk meringankan beban rakyat, sekaligus instrumen untuk menghadirkan keadilan. Saat ini subsidi dinarasikan sebagai beban negara. Alhasil, subsidi di hampair semua bidang, termasuk pendidikan dan pertanian, dicabut atau dikurangi.

Ketiga, pendidikan harus dipandang sebagai investasi, bukan cost. Negara memiliki tanggung jawab mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai amanat konstitusi. Negara tidak boleh mencari untuk dari kegiatan belajar-mengajar. Sekolah dan kampus bukan lembaga komersial yang dipaksa mencari keuntungan dari pelajar dan mahasiswanya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline