Lihat ke Halaman Asli

Yon Bayu

TERVERIFIKASI

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Waspadai Potensi Konflik Horizontal

Diperbarui: 16 Januari 2024   12:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi: Pendukung Calon Presiden. (Sumber: KOMPAS/CHY)

Ancaman pembunuhan yang ditujukan kepada calon presiden (capres) nomor urut 1 Anies Rasyid Baswedan, jangan dianggap sebagai sikap emosional sesaat. Sebab pengancaman itu berkorelasi dengan peristiwa-peristiwa sebelumnya.

Saat menggelar dialog dengan nelayan Banyuwangi, sekelompok orang juga melakukan provokasi dengan meneriakkan yel-yel dukungan kepada pasangan calon (paslon) lain. Beruntung pendukung AMIN tidak terpancing sehingga tidak terjadi gesekan.

Berbeda ketika sejumlah orang memprovokasi relawan Ganjar Pranowo -- Mahfud MD yang tengah menggelar konser di GOR Satria Purwokerto. 

Kericuhan tak terhindarkan. Akibatnya beberapa orang termasuk Komandan Satgas PDIP Iwan Mujianto mengalami luka serius sehingga harus dilarikan ke rumah sakit.

Masih banyak kejadian yang berpotensi menciptakan gesekan di level akar rumput. Bahkan di arena debat capres, ada pendukung paslon yang meneriaki Anies dengan kata-kata kotor.  

Kita paham, dukung-mendukung calon dalam sebuah kontestasi, seperti pemilihan presiden (pilpres), dapat menyulut emosi. Terlebih ketika dukungan itu tidak didasarkan pada hal-hal yang rasional, dan substantif, melainkan fanatik buta, sekedar suka dengan orasinya yang menggelegar, atau jogetnya yang gemulai.

Ditambah lagi adanya nuansa keberpihakan dari pihak-pihak yang memiliki kekuasaan dan kekuatan, menambah keberanian pendukungnya melakukan tindakan-tindakan yang jelas-jelas melanggar aturan. Dukungan terbuka dari pamong praja, termasuk ASN di Bekasi, menggambarkan kondisi demikian itu.

Mereka menganggap membela paslon yang didukung penguasa wujud bela negara, sementara dukungan kepada paslon lain dipersepsikan sebagai pengkhianat. 

Asumsi demikian muncul akibat narasi-narasi kotor yang disemai politisi tak bertanggungjawab dan disebarkan oleh buzzer.  

Kondisi inilah yang membedakan antara Pilpres 2024 dengan 2019. Meski pada Pilpres 2019 tensi politik cukup tinggi, namun dengungan itu hanya terjadi di media sosial. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline