Lihat ke Halaman Asli

Yon Bayu

TERVERIFIKASI

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Arus Balik Kepemimpinan Megawati

Diperbarui: 10 Januari 2024   19:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Foto: Kompas.com

Hari ini, PDI Perjuangan genap berusia 51 tahun. Di samping keberhasilan menempatkan kadernya sebagai presiden, PDIP juga berhasil memenangkan dua gelaran pemilu terakhir. Capaian itu membuktikan PDIP mampu mengelola loyalitas dan militansi kader, sekaligus memelihara simpati dan dukungan rakyat melalui program kerjanya.

Pemilu dan Pilpres 2024 akan menjadi ujian bagi PDIP, di tengah gejolak internal dan eksternal sebagai dampak perbedaan pilihan politik antara Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dengan salah satu kader kesayangannya, Presiden Joko Widodo.

Sebelum membahas hal itu secara mendalam, ada baiknya kita flashback sedikit perjalanan PDIP sebagai landasan untuk memprediksi hasil pemilu serta sikap politiknya usai kontestasi elektoral 2024.

PDIP menggunakan tanggal lahir mengacu pada pendirian PDI hasil fusi beberapa partai yakni PNI, Murba, IPKI, Perkindo dan Partai Katoliik, sesuai kebijakan Presiden Soeharto tahun 1973.

Namun Megawati baru bergabung pada tahun 1986 di tengah kecemasan pengurus PDI, termasuk suaminya, Taufik Kiemas  (alm), yang sudah terlebih dulu bergabung di bawah kepemimpinan Soerjadi, akibat penurunan suara di pemilu sebelumnya.

Terbukti, bergabungnya Megawati membawa dampak signifikan di Pemilu 1987. Bahkan Megawati berhasil duduk di Senayan sebagai anggota MPR/DPR periode 1987-1992.

Megawati mampu membangkitkan romantisme pendukung Soekarno yang sebelumnya tiarap akibat kebijakan represif Orde Baru. Tapi perlu dicatat, bergabungnya Megawati ke PDI mendapat tentangan dari keluarga besarnya karena dianggap berkompromi dengan Soeharto yang telah menggulingkan bapaknya dari kursi presiden.

Terhadap hal itu, Megawati tidak terlalu menggubris. Megawati bahkan menjadi pengurus struktural partai yakni Ketua DPC PDI Jakarta Pusat. Jalan politik Megawati terbentang luas karena keberaniannya berhadapan langsung dengan Soeharto, sekaligus membalikkan asumsi dirinya berkompromi dengan Orde Baru.

Pada Pemilu 1992 perolehan kursi PDI di MPR/DPR kembali meningkat. Momentum ini berhasil mendongkrak posisi Megawati dengan terpilih menjadi Ketua Umum PDI melalui Kongres Surabaya, Desember 1993.

Seperti kita ketahui, Orde Baru kemudian mencoba menganulir hasil Kongres Surabaya melalui Kongres Luar Biasa (KLB) di Medan yang mengembalikan Soerjadi sebagai ketua umum. Polarisasi kubu Megawati dan Soerjadi yang didukung pemerintah akhirnya berujung bentrok perebutan kantor PDI di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, 27 Juli 1996.

Megawati muncul sebagai ikon perjuangan melawan Orde Baru. Pergerakan demokrasi yang sudah tumbuh di sejumlah daerah dan terutama di kampus-kampus, jauh sebelum Megawati turun ke gelanggang politik, semakin mengkristal karena memiliki figur sentral secara nasional.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline