Lihat ke Halaman Asli

Yon Bayu

TERVERIFIKASI

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Gerindra Ikuti Arahan Presiden, Pilkada 2022 Batal?

Diperbarui: 23 Februari 2021   15:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto. Gambar: Antara Foto via kompas.com

Guliran isu UU Pemilu yang akan membuka peluang dilaksanakannya Pilkada 2022 dan 2023 terus menggelinding. Adu kuat antara kubu yang setuju dan menolak justru terjadi pada partai-partai pendukung pemerintah.

Setelah mendapat arahan Presiden Joko Widodo agar menimbang baik-buruknya karena sedang pandemi Covid-19, untuk sementara kubu yang menolak Pilkada 2022 dan 2023 di atas angin. Partai Gerindra yang semula bersikap netral, kini telah menentukan sikap menolak pembahasan UU Pemilu dan tetap menginginkan Pilkada serentak 2024 bersamaan dengan digelarnya pemilu dan pilpres.

Dukungan Gerindra menambah jumlah kursi yang kontra pembahasan UU Pemilu yang telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) di DPR. Dengan tambahan 78 kursi Gerindra maka saat ini kubu pendukung Pilkada serentak 2024 menjadi berjumlah 325 kursi karena sebelumnya mendapat sokongan dari PDI Perjuangan (128 kursi), PKB (56 kursi), PAN (44 kursi) dan PPP (19 kursi).

Sedang jumlah kursi kubu pendukung Pilkada 2022 dan 2023 tetap sama yakni 248 kursi yang berasal dari Partai Golkar (85 kursi), Nasdem (59 kursi), Demokrat (54 kursi) dan PKS (50 kursi).

Dengan jumlah total 575 kursi DPR, maka jika dilakukan voting, kubu pendukung Pilkada 2024 akan menang karena sudah mendapat dukungan lebih dari 50%.

Seperti diketahui, masa tugas 101 kepala daerah, termasuk DKI Jakarta dan 8 gubernur, akan berakhir tahun 2022. Sedang pada tahun 2023 terdapat 171 kepala daerah yang habis masa jabatannnya, termasuk gubernur Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sumatera Utara.

Jika pilkada di daerah-daerah tersebut dilaksanakan tahun 2024 maka jabatan kepala daerah akan diisi oleh pelaksana tugas (Plt) di mana untuk level gubernur dapat diisi oleh pejabatan setempat yang memenuhi kriteria atau didrop dari pegawai Kementerian Dalam Negeri.

Sikap tegas PDIP yang menolak gelaran Pilkada 2022 dan 2023 dapat dipahami. Sebagai partai pemerintah, PDIP akan lebih sreg jika daerah-daerah strategis seperti Jakarta diisi pejabat pemerintah. Meski Aparataur Sipil Negara (ASN) dilarang berpolitik, namun loyalitas pejabat yang diangkat sebagai Plt gubernur kepada pemerintah tidak perlu diragukan lagi.

Demikian juga sikap PPP. Sebagai partai dengan perolehan suara terendah, PPP tidak memiliki banyak peluang untuk berbicara di pentas Pilkada 2022 dan 2023. Bahkan di DPRD DKI, PPP hanya memiliki satu kursi.

Beda halnya dengan Golkar dan Nasdem. Pilkada 2022 san 2023 bisa untuk menjaga dominasi dan persiapan untuk Pemilu 2024. Daerah-daerah yang saat ini dikuasai dan menjadi lumbung suara, tentu tidak ingin dilepas, apalagi  digantikan dengan pejabat yang mungkin saja akan menghambat konsolidasi di daerah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline