Mencuatnya kasus dugaan tindak pidana rasisme atau rasialisme yang dilakukan orang-orang yang dipersepsikan dekat dengan kekuasaan, menjadi kado pahit bagi Presiden Joko Widodo sekaligus "ujian" bagi Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo yang baru saja dilantik. Bagaimana penanganan kasus ini, setidaknya bisa untuk melihat seperti apa legasi yang kelak akan ditinggalkan Jokowi.
Cuitan bernada rasis oleh Ketua Umum Relawan Pro Jokowi-Amin (Projamin) Ambroncius Nababan dan Permadi Arya alias Abu Janda kepada mantan komisioner Komnas HAM Natalius Pigai memang cukup menghentak.
Cuitan itu tidak terlepas dari sikap Pigai yang cukup vokal mengkritisi kebijakan pemerintah. Kritik terakhir terkait kebijakan bagi penolak vaksin Sinovac yang kemudian memicu cuitan rasisme Nababan.
Sedang cuitan Abu Janda dipicu kritik Pigai kepada Jenderal (Purn) HM Hendropriyono. Abu Janda berdalih kata "evolusi" dalam cuitannya tidak merujuk kepada teori evolusi manusia yang dicetuskan Charles Darwin melainkan mengacu pada kamus Bahasa Indonesia yakni perkembangan.
Ambroncius Nababan sudah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Bareskrim Polri. Sementara terhadap Abu Janda yang juga telah dilaporkan ke polisi oleh Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI), belum ada tindakan hukum oleh kepolisian.
Abu Janda memang bukan tim resmi Jokowi. Mungkin saja soal kedekatan dengan penguasa hanya persepsi publik karena Abu Janda nyaris tak tersentuh hukum meski sudah banyak laporan polisi terkait tindak-tanduknya di media sosial. Label sebagai orang "kebal hukum" yang diberikan sebagian warga internet berasal dari situ.
Kita percaya pihak kepolisian akan bertindak adil sesuai peraturan yang berlaku, dalam hal ini UU Informasi dan Transaksi Eelektronik (ITE) serta UU Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis. Kapolri sudah memberikan komitmen untuk menegakkan hukum secara adil dan tidak berpihak. Gerak cepat kepolisian menetapakan Amroncius Nababan sebagai tersangka adalah buktinya.
Terlepas dari kasus hukum, geger cuitan Nababan dan Abu Janda mau tidak mau, suka atau pun tidak dipastikan merembet ke sisi politik. Langkah kepolisian akan dipersepsikan sebagai kebijakan Presiden Jokowi.
Terlebih Jokowi masih "punya utang" penuntasan kasus-kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu seperti tragedi Semanggi. Jokowi telah meminta Kejaksaan Agung segera menuntaskan kasus-kasus tersebut.
Belum lagi kasus tewasnya 4 dari 6 laskar Front Pembela Islam (FPI) yang direkomendasikan oleh Komnas HAM sebagai pelanggaran HAM karena terjadi unlawful killing.