Lihat ke Halaman Asli

Yon Bayu

TERVERIFIKASI

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Membaca Perlawanan dari Tegal

Diperbarui: 27 Maret 2020   14:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Wali Kota Tegal Dedy Yon Supriyono. Foto: KOMPAS.com/Tresno Setiadi 

Wali Kota Tegal Jawa Tengah, Dedy Yon Supriyono membuat kebijakan mengejutkan. Bukan hanya bertentangan dengan kebijakan pemerintah pusat, perlawanan dari Kota Warteg itu seperti bersahut dengan kebijakan Gubernur Papua Lukas Enembe yang sudah terlebih dulu menutup akses ke wilayahnya.

Dalam jumpa pers kemarin, Yon memutuskan untuk menutup akses masuk ke Kota Tegal dengan beton movable concrete barrier (MCB). Kebijakan itu berlaku mulai 30 Maret -- 30 Juli 2020. Penutupan tersebut hanya dilakukan terhadap jalan kabupaten dan jalan desa. Sedang jalan provinsi dan nasional tetap dibuka.

Yon beralasan, kebijakan tersebut untuk mencegah penyebaran virus korona atau Covid-19 setelah satu warganya dinyatakan positif. Bukan hanya akses jalan, Yon juga akan menutup tempat-tempat publik, termasuk mematikan lampu taman dan alun-alun pada malam hari. Alhasil, Kota Tegal dipastikan akan gelap gulita hingga beberapa bulan mendatang.

Sebelumnya Papua juga mengumumkan hal serupa. Bandara Sentani yang menjadi akses utama keluar-masuk Papua sudah ditutup. Demikian juga dengan pelabuhan. Namun penutupan hanya untuk lalulintas orang. Sedang untuk angkutan barang logistik, termasuk alat kesehatan, tetap diperbolehkan masuk.

Baca juga : Papua (Akhirnya) Tutup Pintu Masuk, Bagaimana Daerah Lain?

Mengapa Tegal, juga Papua, berani mengambil keputusan yang bertentangan dengan kebijakan pemerintah pusat?

Presiden Joko Widodo telah berulangkali mengatakan tidak ada opsi lockdown. Demikian juga yang dikatakan Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Letjen TNI Doni Monardo. Bahkan BNPB itu meminta agar polemik terkait lockdown atau karantina wilayah dihentikan.

Sebenarnya "perlawanan" dari Papua dan Tegal sudah dapat diprediksi dan hanya tinggal menunggu waktu. Terlebih kepala daerah memang memiliki otoritas untuk melakukan karantina wilayah sesuai UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, meski terbatas.

Salah satu penyebabnya, terjadi sebaran virus yang semakin masif. Belajar dari kasus yang terjadi di sejumlah negara, para kepala daerah memilih untuk melakukan antisipasi dan pencegahan secara lebih keras.

Terlebih ada sebagian masyarakat yang tidak mau mematuhi anjuran social distancing atau kini menjadi physical distancing atau menjaga jarak aman. Masyarakat tetap berlalu-lalang, memenuhi angkutan publik, berkerumun hingga menggelar pesta.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline