Lihat ke Halaman Asli

Yon Bayu

TERVERIFIKASI

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Banjir, Trigger yang Ditunggu Pembenci Anies

Diperbarui: 5 Januari 2020   12:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Wajah Jakarta kala banjir. Foto: KOMPAS.com/Dokumentasi BNPB

Hujatan, cacian, hoaks hingga nafsu untuk menggulingkan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan terurar melebihi sebaran banjir yang meredan 15 persen lebih wilayah Ibu Kota.

Banjir kali ini menjadi trigger yang meledakan timbunan kebencian yang sudah lama tertanam akibat peristiwa sebelumnya.

Tidak susah untuk memetakan kembali lanskap politik DKI Jakarta (mungkin juga nasional) saat ini. Banjir seakan menjadi kaca pembesar untuk melihat dorongan jiwa, minimal preferensi politik sebagian nitizen, dan juga Kompasianer.

Tanpa mengurangi rasa hormat pada penulis yang tetap objektif, dengan menghadirkan kritik tajam disertai data dan kondisi sebenarnya, apa yang tersaji di media sosial dan kolom komentar media-media mainstream, adalah gambaran, demikian itulah kita sebenarnya.

Menulis tanpa data yang jelas, apalagi objektif, bagi sebagian dari kita sah-sah saja karena mungkin bagian dari jalan perjuangan untuk menaikkan atau menjatuhkan seseorang.

Menuding pihak lain mabok agama seraya mendalilkan dan melakukan segalanya, termasuk dukungan politik atas dasar agamanya, dianggap halal.

Mengapa banjir kali ini disebut trigger? Jauh sebelumnya, hujatan dan cercaan di kolom-kolom komentar media mainstream yang menyajikan berita tentang Jakarta dan Anies Baswedan sudah dianggap sebagai kewajaran.

Kita permisif saja karena mungkin menyadari itulah cermin sejatinya diri kita yang bertahun-tahun lalu dimanipulasi dengan eufemisme. Dorongan untuk berkata kasar, memaki, dan menghujat adalah kita hari ini.

Banjir yang terjadi tanggal 17 Desember yang sempat menggenangi pelataran Senayan City dan sekitarnya, kurang "bertenaga" untuk menjadi pemicu karena hanya terjadi di wilayah sangat sempit dan dalam waktu sekitar 30 menit.

Meski cacian dan hujatan di media sosial, menjadi trending topic di Twitter dan puluhan "artikel" di Kompasiana, daya ledaknya sangat minim. Emosi belum tercurah tuntas, banjir sudah surut.

Endapan kebencian baru-baru meledak hingga purna ketika banjir menggenangi 63 titik di Jakarta, dari total 169 titik di seluruh Jabodetabek. Jakarta Selatan sebagai daerah paling terdampak di Jakarta, menyumbang 39 titik, diikuti Jakarta Timur 13 titik.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline