Pengangkatan Irjen Pol Nana Sudjana sebagai Kapolda Metro Jaya mematik reaksi keras dari Indonesia Police Watch (IPW). Ketua Presidium IPW Neta S Pane menilai Presiden Joko Widodo seolah sedang menonjolkan 'geng Solo' di pucuk pimpinan Polri.
Tudingan Neta tidak main-main. Irjen Nana Sudjana adalah mantan Kapolresta Solo saat Jokowi menjadi Wali Kota. Karir Irjen Nana cukup moncer dengan jabatan terakhir sebelum ke Jakarta adalah Kapolda Nusa Tenggara Barat yang baru diembannya selama 8 bulan.
Nama lain yang disebut Neta sebagai bagian dari Geng Solo adalah Kabareskrim Polri Irjen Pol Listyo Sigit Prabowo. Diketahui, Listyo sempat menjabat sebagai Kapolrestas Solo dan juga ajudan Jokowi.
Ada juga Brigjen Pol Ahmad Lutfi yang setelah menjabat sebagai Kapolresta Solo, mendapat promosi sebagai Wakapolda Jawa Tengah.
Sejumlah pihak telah membantah tudingan Neta. Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyebut, pengangkatan seseorang untuk menduduki jabatan strategis tentu sudah melalui penilaian dan juga berdasarkan prestasi dan juga track record-nya.
Bantahan senada disampaikan Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Mabes Polri Inspektur Jenderal Mohammad Iqbal. Menurutnya, ada mekanisme dan parameter untuk mengatur mutasi pejabat di lingkungan Polri yakni melalui Dewan Jabatan dan Kepangkatan Tinggi.
Namun Neta menyayangkan bantah itu karena upaya membangun Geng Solo sudah merusak sistem karir dan membuat frustasi di internal Polri.
Kita sependapat kriitik keras yang dilontarkan Neta mestinya mendapat respon positif bukan bantahan. Sebab, hal-hal semacam itu memang sering terjadi di masa lalu dan mungkin juga saat ini.
Adalah hal wajar manakala seorang pemimpin, termasuk kepala daerah, ingin dikelilingi oleh pejabat yang yang sudah dikenal dan teruji loyalitasnya. Bahkan karena hal itu, banyak pejabat yang langsung melakukan perombakan usai dilantik. Salah satu tujuannya adalah memasukkan orang-orang kepercayaannya di lingkar terdekat.
Tetapi menjadi patut jika hal itu dilakukan dengan mengabaikan aturan dan mekanisme yang sudah baku, terlebih jika unsur nepotisme sampai mengalahkan sikap profesionalisme pejabat lain.
Bahwa ada pertimbangan kedekatan pribadi, mestinya hanya pada tingkat di mana para calon memiliki kemampuan, kepangkatan dan sikap profesionalisme setara. Dengan demikian, nepotisme- dengan catatan tetap dilarang, hanya sebagai faktor keberuntungan.
Tentu kita tidak meragukan kemampuan dan sikap profesionalisme Irjen Pol Nana Sudjana, Irjen Pol Listyo hingga Brigjen Pol Ahmad Lutfi. Tetapi kurang tepat juga jika bantahan hanya bersifat normatif. Terlebih yang melakukan kritik adalah pihak yang memiliki kapasitas untuk melakukan hal itu.