Alasan utama ketika pada Pilpres 2014 saya mendukung dan ikut mengkampanyekan Anda melalui media sosial adalah munculnya harapan bagi orang-orang biasa yang tidak memiliki "darah biru" bisa menjadi presiden.
Jika kemudian di tahun 2019 saya golput, hal itu tidaklah mengurangi legitimasi Anda meski ada beberapa catatan yang ingin saya sampaikan sebelum Anda menjalankan masa pengabdian di periode kedua.
Hanya mereka yang buta hati tidak bisa melihat capaian pembangunan infrastruktur dalam 5 tahun terakhir. Hanya mereka yang picik nurani yang tidak dapat merasakan gelora yang Anda suarakan untuk mengubah paradigma pembangunan menuju Indonesia sentris.
Bahwa ada beberapa persimpangan di mana Anda terkadang memutuskan untuk memunggungi aspirasi mayoritas, saya dapat memahaninya karena Anda mengelola beragam kepentingan, seribuan keinginan.
Berangkat dari pemahaman itu pula, izinkan saya mengungkap beberapa hal yang mengusik. Semoga bisa dimasukkan sebagai catatan dalam agenda besar periode kedua yang sebentar lagi akan Anda tunaikan.
Pertama, terkait penguatan isu primordial. Menurut saya, penguatan politik identias yang terkadang menghangatkan situasi dan bahkan menggoyahkan sendi kebangsaan, terjadi karena orang-orang di sekitar Anda gagap dalam memetakan persoalan sehingga tidak ada penyelesaian yang komprehensif.
Yang terlihat justru semangat untuk melakukan perlawanan balik terhadap orang-orang yang berbeda pendapat, beda pilihan politik, dengan cara-cara serupa layaknya balas dendam. Hujatan dibalas hujatan, makian dibalas makian.
Bahkan dalam beberapa kasus, "pembalasan" itu melebihi serangan yang dilontarkan. Sepertinya ada upaya untuk melumpuhkan mereka yang dianggap lawan hingga ke akar-akarnya, tidak cukup hanya sampai pada pembawa hujatan.
Kedua, pertarungan ideologi nasional dengan (politik) agama terlalu vulgar karena melibatkan massa di tingkat akar rumput. Tidak lagi sekedar pertarungan di ruang-ruang pembahasan yang telah disediakan oleh konstitusi.
Semua tempat dan kesempatan digunakan untuk mendorong tercapainya ideologi yang diyakini dengan menggunakan alat kekuasaan.
Benar, kelompok oposisi- setidaknya yang berpikiran demikian, telah terlebih dahulu menggunakan ruang publik untuk memaksakan kehendak. Benar, mereka menggunakan isu-isu yang bersinggungan dengan SARA untuk memenangkan pertarungan nalar politiknya.