Desakan sejumlah elemen dan tokoh masyarakat agar Presiden Joko Widodo mengoreksi hasil seleksi calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Capim KPK) dipastikan kandas. 10 nama yang telah diserahkan panitia seleksi (Pansel) tidak mungkin diubah atau dikurangi.
Pembentukan Pansel Capim KPK merupakan amanat UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2015.
Oleh karenanya, Presiden Jokowi menerbitkan Keppres Nomor 54/P Tahun 2019 sebagai dasar pembentukan Pansel Capim KPK periode 2019-2024 yang diketuai Yenti Garnasih, pakar hukum pidana ekonomi dan pencucian uang.
Sesuai alurnya, Pansel Capim KPK melakukan seleksi terhadap Capim KPK untuk diserahkan kepada Presiden. Selanjutnya Presiden menyerahkan 10 nama kepada DPR untuk dilakukan fit and proper test.
Hal itu sesuai bunyi Pasal 30 Ayat 9 UU 30/2002 yang selengkapnya berbunyi "Paling lambat 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya daftar nama calon dari panitia seleksi, Presiden Republik Indonesia menyampaikan nama calon sebagaimana dimaksud pada ayat (8) sebanyak 2 (dua) kali jumlah jabatan yang dibutuhkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia."
Dengan memperhatikan pasal tersebut, maka Presiden seperti "disandera" atau sekedar menjadi "tukang pos" ketika Pansel Capim KPK hanya menyetor 10 nama. Sebab jika Presiden mengubah nama hasil seleksi, atau mengurangi jumlah Capim KPK yang diserahkan ke DPR, jelas melanggar UU. Bahkan Yenti Garnasih memastikan Presiden tidak akan mengutak-atik hasil Pansel.
Padahal sebenarnya ada ruang yang memungkinkan Presiden mengoreksi hasil kerja Pansel apabila Capim KPK yang diserahkan lebih dari 10 nama. Hal itu dapat dilakukan karena tidak ada pasal yang mengatur jumlah Capim KPK yang wajib diserahkan kepada Presiden meski tetap tidak boleh di bawah 10 nama karena adanya ketentuan Pasal 9 UU KPK.
Dengan demikian, meski Presiden Jokowi menyebut akan memperhatikan masukan dari masyarakat, tetapi nyaris mustahil untuk menambah atau mengganti nama-nama yang telah diterimanya. Bahkan Jokowi hanya memiliki waktu paling lambat 14 hari untuk menyerahkan nama-nama Capim KPK ke DPR.
Ada pun 10 nama tersebut adalah Alexander Marwata (Komisioner KPK), Firli Bahuri (Anggota Polri), I Nyoman Wara (Auditor BPK), Johanis Tanak (Jaksa), Lili Pintauli Siregar (Advokat), Luthfi Jayadi Kurniawan (Dosen), Nawawi Pomolango (Hakim), Nurul Ghufron (Dosen), Roby Arya B (PNS di Sekretariat Kabinet) dan Sigit Danang Joyo (PNS di Kementerian Keuangan).
Artinya, harapan kini tertumpu kepada anggota DPR untuk memilih komisioner KPK yang memiliki integritas, kredibel dan memenuhi harapan masyarakat.