Lihat ke Halaman Asli

Yon Bayu

TERVERIFIKASI

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Mengapa Menolak TGPF Kerusuhan Mei?

Diperbarui: 15 Juni 2019   08:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Situasi kerusuhan Mei 2019. Foto: KOMPAS.com/Roderick Adrian Mozes

Galibnya peristiwa besar, kerusuhan yang terjadi sepanjang 21-23 Mei 2019 menimbulkan spekulasi beragam dan dugaan keterlibatan banyak pihak. 

Berangkat dari pemahaman itu, maka perlu dilakukan penyelidikan secara komprehensif, transparan dan berkeadilan bukan hanya terhadap terduga pelaku namun prosedur pengamanan baik sebelum, saat, maupun sesudah terjadi kerusuhan.

Mengingat kompleksitasnya, tidak berlebihan jika dalam pengungkapan kasus-kasus besar diperlukan tim independen. Demikian juga dalam kasus kerusuhan 22 Mei. Tanpa menafikan kerja keras pihak kepolisian, tim gabungan pencari fakta (TGPF) independen perlu dibentuk karena beberapa hal.

Pertama, kerusuhan terjadi cukup masif, bahkan sempat menjadi trigger kerusuhan di daerah lain yakni Madura dengan terjadinya aksi pembakaran Mapolsek Tambelangan Sampang, Jawa Timur.   

Kedua, jatuhnya korban jiwa sebanyak 9 orang. Meski ada dugaan korban adalah pelaku kerusuhan, tetapi bukan berarti pelaku atau pihak-pihak yang terllibat penghilangan nyawa orang lain, terbebas dari jerat hukum. 

Bukankah penganiaya, terlebih pembunuh, pelaku tindak kriminalitas juga tetap dimintai pertanggungjawaban hukum, terkecuali dilakukan oleh aparat penegakan hukum dalam sesuai dan kondisi tertentu.

Ketiga, adanya fakta seperti disampaikan pihak kepolisian dan Komans HAM,  terdapat korban meninggal akibat terkena peluru tajam. 

Publik, terutama para penggiat demokrasi dan HAM, tentu ingin mengetahui motifnya dan menuntut pertanggungjawaban pihak yang telah menggunakan peluru tajam.

Terlebih, sesuai perintah Kapolri dan juga Panglima TNI, aparat keamanan yang terlibat dalam pengamanan aksi unjuk rasa pendukung Prabowo Subianto -- Sandiaga Salahudin Uno yang menolak keputusan KPU menetapkan pasangan Joko Widodo -- Ma'ruf Amin sebagai pemenang Pilpres 2019, tidak dibekali dengan peluru tajam.

Dengan demikian, bisa dipastikan pelaku penembakan dengan menggunakan peluru tajam bukan berasal dari aparat keamanan, baik anggota kepolisian maupun TNI, yang bertugas menjaga aksi demo tersebut.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline