Lihat ke Halaman Asli

Yon Bayu

TERVERIFIKASI

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Tim Hukum Nasional, Kado Terindah dari Wiranto Usai Pilpres

Diperbarui: 7 Mei 2019   11:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menko Polhukam Wiranto. | Foto: KOMPAS.com/Christoforus Ristianto

Menko Polhukam Wiranto mengatakan pemerintah akan membentuk Tim Hukum Nasional (THN) untuk mengkaji semua ucapan, pemikiran, dan tindakan tokoh yang melanggar hukum. Wiranto menyebut saat ini ada seorang tokoh di luar negeri yang kerap menghasut masyarakat untuk berbuat inkonstitusional usai gelaran pemilu. 

"Jangan seenaknya di negeri yang mempunyai dasar hukum ini," ujar Wiranto usai memimpin rapat terbatas tingkat menteri di kantornya, kemarin.
Pemantauan terhadap pelanggaran hukum juga dilakukan di dunia maya. Wiranto ingin Kemenkominfo bertindak lebih tegas, hingga shut down, terhadap media yang mendorong pelanggaran hukum.

Niat pemerintah membentuk THN mendapat reaksi negatif dari kubu oposisi. Bahkan calon Wakil Presiden Sandiaga Uno menyebutnya sebagai ide usang dan kurang kerjaan.

Kita sependapat dengan pemerintah perlu adanya suatu tindakan tegas terhadap pihak-pihak atau tokoh yang jelas-jelas melakukan penghasutan atau menyerang pribadi dan kehormatan presiden.

Tetapi kita tegas menolak penggunaan instrumen hukum di luar ketentuan yang sudah ada saat ini, terlebih hanya diputuskan di tingkat kemenko karena dampaknya akan sangat luar biasa. Sulit dibayangkan ada lembaga pemantau pikiran dan ucapan seseorang. Lembaga yang mengadili pikiran hanya dikenal dalam rezim totaliter.

Ada beberapa kelemahan mendasar dari tim yang akan dibentuk Wiranto. Pertama, jika niatnya hanya untuk menghentikan hasutan dari tokoh di luar negeri, maka wadah yang dibuat terlalu berlebihan karena kita sudah memiliki instrumen hukum yang bisa mencakup keinginan tersebut. Kita memiliki UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan juga pasal-pasal dalam KUHP terkait hasutan dan pemufakatan jahat.

Tidak perlu "fatwa" ahli untuk mengkajinya karena ada atau tidaknya pelanggaran terhadap ucapan dan tindakan seseorang merupakan ranah penegak hukum yang terdiri dari kepoilisian, kejaksaan dan pengadilan. Meski berisi pakar-pakar hebat, hasil kajian THN tidak bisa memutuskan seseorang bersalah atau tidak.

Kedua, apa kriteria tokoh dan siapa yang menentukan ketokohan seseorang yang akan dipantau dan dikaji ucapan dan pemikiarannya? Bagaimana jika ucapan yang dinilai melanggar hukum bukan diucapkan oleh tokoh seperti dimaksud? 

Tokoh di sini sangat bias karena pada akhirnya akan menghamtam siapa saja yang dianggap menghina dan menyerang kehormatan Presiden. Lebih berbahaya lagi jika THN dimaksudkan untuk mengatasi ketiadaan pasal Pasal 335 ayat 1 UU Nomor 1 Tahun 1946 yang telah dihapus oleh MK, Januari 2014 lalu.

Jika kata "tokoh" yang dimaksud Wiranto merujuk pada pribadi, mengapa tidak langsung saja disebutkan. Sebab orang awam akan dengan mudah menduga tokoh yang dimaksud Wiranto adalah Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline