Lihat ke Halaman Asli

Yon Bayu

TERVERIFIKASI

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Natalan dan Eksploitasi Kelemahan Prabowo

Diperbarui: 28 Desember 2018   23:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Prabowo Subianto. Foto: poskotanews.com

Rahayu Saraswati Djojohadikusumo membuat geger. Aksi mengunggah dan kemudian menghapus video calon presiden Prabowo Subianto berjoget di tengah keluarga besarnya yang sedang merayakan Natal, menuai beragam tanggapan. Benarkah Sara lalai ataukah ini bagian dari kampanye?

Salah satu "kelemahan" terbesar Prabowo yang sering disorot lawan adalah labelisasi dirinya pendukung atau didukung kelompok puritan yang bercita-cita mendirikan khilafah Islamiyah di Indonesia. Klaim itu menemukan kebenarannya karena hampir semua ulama "garis keras" berada di kubunya. Prabowo juga sudah menandatangani kontrak politik dengan GNPF Ulama yang menurut lawan bisa menjadi pintu masuk kelompok puritan ke Istana dan mempengaruhi kebijakan Prabowo andai kelak terrpilih menjadi presiden.

Citra Prabowo yang nasionalis, bahkan Partai Gerindra memiliki sayap organisasi berbasis Nasrani, tertutup oleh kuatnya isu tersebut. Hal ini cukup menyulitkan Prabowo bersama pasangannya, Sandiaga Uno untuk mendekati, apalagi meraih dukungan dari kelompok pemilih nasionalis, terlebih non-Muslim.

Padahal jika hanya mengandalkan suara Islam modernis, Prabowo sulit mengalahkan petahana Joko Widodo-Maruf Amin yang didukung kelompok nasionalis dan Islam tradisonal. Raihan partai-partai berbasis Islam modernis seperti PAN, PKS dan PBB di Pemilu 2014, dapat menjadi rujukan di mana suara Islam modernis belum terlalu signifikan.

Adanya ghirah keagamaan dalam 3 tahun terakhir belum bisa dijadikan alat-ukur kebangkitan Islam modernis. Terlebih pada saat bersamaan juga terjadi ghirah nasionalis dan "kebangkitan" kelompok non-Muslim di pentas politik tanah air. Munculnya tokoh-tokoh non-Muslim mengomentari dan bahkan mengulik ajaran Islam, tidak akan kita temui 10, bahkan 5 tahun lalu.

Artinya ghirah yang muncul bisa jadi hanya reaksi atas situasi kekinian, sehingga belum tentu menjadi "suara" di Pemilu dan Pilpres 2019.

Untuk bisa meyakinkan kelompok pemilih nasionalis dan non-Muslim, jalan satu-satunya memberikan bukti secara nyata dan gamblang jika stereotip Prabowo pendukung khilafah hanya black campaign.

Jika benar demikian, maka unggahan video "Natalan" Prabowo memang disengaja. Demikian juga saat Sara menghapusnya. Pesan pun tersampaikan ke seluruh negeri karena, seperti biasanya, diviralkan kubu lawan. Hanya dengan satu sentuhan, labelisasi Prabowo pendukung khilafah terbantahkan.

Apakah hal itu akan menurunkan kredibilitas Prabowo di mata ulama "garis keras". Jika yang memviralkan memiliki tujuan demikian, itu suatu kekeliruan mendasar. Sejak awal pun mereka tahu siapa Prabowo. Presiden PKS Sohibul Imam terang-terangan mengatakan Prabowo bukan Muslim taat, dan bahkan menyebutnya abangan alias nasionalis.

Ulama-ulama puritan yang mendukungnya bukan karena Prabowo ulama, Muslim kaffah, melainkan ekspresi "kemarahan" terhadap Jokowi atas apa yang mereka sebut sebagai "kriminalisasi ulama". Dalam bahasa yang lebih keras dapat disimpulkan sekali pun Prabowo "kafir", dukungan ulama tidak akan berubah, apalagi sekedar negative campaign semisal Prabowo tidak bisa memimpin sholat dan menghadiri acara Natal keluarga. Berubah atau tidaknya suara ulama puritan bukan tergantung pada sosok Prabowo, melainkan kebijakan Jokowi.

Salam @yb




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline