Lihat ke Halaman Asli

Yon Bayu

TERVERIFIKASI

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Keterkaitan Prabowo di Kasus Hoax Ratna Sarumpaet Sangat Simpel

Diperbarui: 8 Oktober 2018   10:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: tribunnews.com

Pro kontra status Prabowo Subianto apakah sebagai penyebar ataukah korban dalam kasus hoaks Ratna Sarumpaet, belum reda. Padahal persoalannya sangat simpel jika semua pihak mau melihatnya secara jernih tanpa dicampuri preferensi politiknya.

Seperti pada tulisan sebelumnya, penulis tetap meyakini mempolisikan Prabowo sebagai penyebar hoaks atau hoax sangat tidak tepat. Beberapa alasan dan penjelasannya sudah dibeberakan secara panjang lebar di sini.

Pendapat yang dikemukakan Prof Mahfud MD dan dikutip dari tribunnews.com ini bisa menjadi penegas akan hal itu. Menurut Mahfud, orang-orang yang menyiarkan kisah Ratna Sarumpaet dianiaya seperti Prabowo, Rachel Maryam, Amien Rais, Fadli Zon, dan lain-lain tidak bisa dijerat dengan  UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Sebab UU ITE mengharuskan adanya unsur sengaja menyiarkan padahal tahu bahwa itu adalah kebohongan.

Namun mereka bisa dikenakan pasal 14 ayat 2 dan pasal 15 UU UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana yaitu menyiarkan berita bohong yang patut diduga menimbulkan keonaran. "Sesimpel itu," tegas Mahfud.

Meski bukan pakar hukum pidana, melainkan pakar hukum tata negara, namun pendapat hukumnya tidak bisa diabaikan mengingat Mahfud pernah menjadi ketua Mahkamah Konstitusi yang banyak menelaah kasus-kasus pidana dan hak asasi manusia dalam kaitannya dengan UUD 1945.

Kita ikut mendorong agar semua pihak yang dianggap mengetahui perbuatan Ratna Sarumpaet ikut diperiksa. Namun penyidik tentu memiliki cara yang elegan untuk mendapatkan keterangan dalam rangka penegakan hukum tanpa dimaksudkan untuk mempermalu. Terlebih statusnya hanya sebagai saksi.

Beda halnya jika penyidik memeriksa atau bahkan meningkatkan status Prabowo atau Amien Rais terkait UU Pidana. Kita pun meminta Prabowo dan siapa saja untuk mematuhi dan tunduk pada ketentuan hukum yang berlaku sesuai semangat law enforcement yang mendudukan semua warga bangsa setara di depan hukum.

Ini bukan sikap ambivalen tetapi mendudukkan persoalan secara proporsional. Sebab ada pihak-pihak yang ingin menjadikan kasus Ratna Sarumpaet sebagai ajang untuk mempermalu. Melaporkan Prabowo dengan tuduhan melakukan penyebaran hoaks patut diduga tidak didasari semangat law enforcement tetapi euforia, bahkan mungkin balas dendam, politik. Dengan kata lain, seperti ada keinginan menggunakan hukum sebagai instrumen politik.

Jika hal-hal demikian kita tolerir, maka ujungnya akan melahirkan sikap skeptis terhadap proses demokrasi yang tengah kita bangun dan kita rawat, terutama di ajang Pilpres 2019. Bagaimana pun saat ini Prabowo berkedudukan sebagai calon presiden melawan petahana Presiden Joko Widodo. Jangan sampai muncul kesan, bahkan sudah terang-terang disurakan sekelompok orang, kasus hukum yang masih abu-bau, dijadikan justifikasi untuk menjatuhkan. Lebih lucu lagi manakala pada saat bersamaan mereka mengecam tindakan pihak-pihak yang awalnya mengeksploitasi kasus ini untuk tujuan menjatuh lawan. Di mana bedanya?

Kita menginginkan Pilpres 2019 menjadi ajang untuk adu gagasan, festival ide-ide yang bermuara pada perbaikan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Jangan jadikan kontestasi demokrasi sebagai ajang pelampiasan sikap kekanak-kanakkan dengan balutan dendam kesumat.
Salam @yb

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline