Lihat ke Halaman Asli

Yon Bayu

TERVERIFIKASI

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Miris, Ketika Kubu Jokowi Terbawa Permainan Lawan

Diperbarui: 30 Agustus 2018   15:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aria Bima. Foto: Tribunnews.com/Dany Permana

Opini yang dibangun melalui #2019GantiPresiden menjadi momok paling menakutkan bagi kubu petahana Joko Widodo. Bahkan jauh sebelumnya, Presiden Jokowi sudah melontarkan kritik keras dan pendukungnya mencoba melawan dengan berbagai opini bertagar seperti #2019Tetap Jokowi, #DiaSibukKerja, dan lain-lain.

Ternyata #2019GantiPresiden lebih masif dan menakutkan. Dari situ sejumlah pihak mulai bersuara miring. Majelis Ulama Jawa Barat, misalnya, menolak deklarasi #2019GantiPresiden digelar di wilayahnya dengan alasan lebih dominan unsur provokatif dan mengarah kepada aksi inkonstitusional. Namun MUI Jabar tidak melarang aksi dukungan Jokowi dua periode dengan alasan Presiden Jokowi masih memiliki hak untuk kembali memimpin Indonesia.

Pada saat bersamaan, terjadi penolakan terhadap deklarasi #2019GantiPresiden di beberapa wilayah, termasuk di Batam di mana aktivisnyam Neno Warisman sempat tertahan di Bandara Hang Nadim selama hampir delapan jam sebelum akhirnya bisa masuk ke Batam bahkan turut hadir di acara deklarasi yang dihadiri ribuan orang.

Puncaknya terjadi sepanjang Sabtu dan Minggu, kemarin. Selain Neno, aktivis #2019GantiPresiden lainnya yakni Ahmad Dhani, Ratna Sarumpaet dan Mardani Ali Sera serentak menghadiri acara deklarasi di berbagai daerah. Neno di Pekanbaru, Riau; Ahmad Dhani di Surabaya, Jawa Timur; Ratna Sarumpaet di Kota Pangkalpinang, Bangka Belitung, dan Mardani di Kubu Raya, Kalimantan Barat.

Namun hanya dua deklarasi yang berhasil digelar yakni di Kubu Raya dan Surabaya. Meski di Kota Pahlawan sempat terjadi kericuhan dan Ahmad Dhani sendiri tertahan di hotel. Sedang dua deklarasi lainnya yakni di Pekanbaru dan Pangkalpinang, batal dilaksanakan karena kedua aktivis dihadang massa. 

Neno sempat 6 jam tertahan di Bandara Sultan Syarif Kasim II, sedang Ratna "dipaksa" keluar dari Pangkalpinang oleh aparat karena situasi tidak kondusif. Ratna pun menuding tangan intelijen berada di balik aksi demo tersebut.

Kini saling-sahut apakah #2019GantiPresiden konstitusional atau inkonstitusional mulai memanas. Di satu sisi, ada hak masyarakat untuk berkumpul dan menyampaikan pendapat. Di sisi lain, terutama kubu pemerintah, menyebutnya makar- kebelet berkuasa.

Terlepas mana yang benar karena pastinya tidak akan ada titik temu, tetapi satu hal yang sudah pasti kubu petahana "kalah" telak dalam menyikapi isu ini. Setelah gagal membendung dengan tagar atau hastag serupa, penolakan yang dilakukan sekelompok orang di beberapa daerah juga memancing simpati masyarakat. 

Berita tentang "penyanderaan" Neno baik saat di Batam maupun Pekanbaru, cukup menerbitkan simpati. Emak-emak, bertubuh mungil, dikepung hingga tengah malam oleh ratusan laki-laki beraroma keras disertai ungkapan tak seronok, jelas bukan kampanye yang baik bagi kubu petahana.

Masifnya penolakan dan dugaan keberpihakan aparat kepolisian, ternyata tidak hanya meresahkan kubu oposisi. Ketua Dewan Pembina Partai Golkar Aburizal Bakrie (Ical) tegas menolak sikap represif dan premanisme dalam menyikapi aksi #2019GantiPresiden. Sialnya, pernyataan Ical justru direspon negatif oleh Ketua DPP Partai NasDem Irma Suryani. 

Selain menyebut asbun, Irma malah mengaitkan Ical dengan Lapindo. Mungkin Irma lupa, sebagai partai pendukung, buruk Golkar dan pengurusnya, akan berimbas pada Jokowi juga. Isu #2019GantiPresiden bukan pertentangan antar partai tetapi kubu Jokowi dan oposisi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline