Lihat ke Halaman Asli

Yon Bayu

TERVERIFIKASI

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Mengapa Jokowi Takut Umumkan Cawapres?

Diperbarui: 8 Agustus 2018   21:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Joko Widodo | Foto: Warta Kota/Nicolas Manafe

Petahana menang banyak. Ungkapan itu tentu bukan didasari rasa iri, apalagi syirik, tetapi memang begitu adanya, terlebih bagi petahana presiden. 

Dengan alasan tidak ada penjabat sementara atau pelaksana tugas presiden, maka presiden tidak perlu cuti panjang bahkan saat masa kampanye pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang diikuti. Karena jabatan Presiden melekat, maka dalam kampanye pun presiden tetap dilindungi pasukan pengawal presiden.

Tentu masih banyak hal-hal yang bisa disebut sebagai "menang banyak" dibanding lawannya. Bahkan jika melihat sikap Tenaga Ahli kedeputian IV Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin, Presiden Joko Widodo yang tengah bersiap mengikuti Pilpres 2019 dengan status petahana, diuntungkan lebih banyak lagi. 

Sebab Ngabalin merangkap tugas negara sekaligus benteng pribadi Jokowi. Hal itu terlihat saat Ngabalin menyerang PAN yang diisukan hendak merapat ke kubu Jokowi.

Jika Ngabalin menyerang mereka yang mengkritik pembelian saham Freeport, sah saja, sebab pembelian saham itu merupakan kebijakan pemerintah. Tetapi menyerang PAN karena mau masuk koalisi Jokowi, apa hubungannya dengan KSP? 

Mengampanyekan Jokowi dua periode dengan tagline lanjutkan-lawan-libas, justru membenarkan tudingan jika KSP sarang tim pemenangan Jokowi.

Mestinya dengan banyak kemenangan yang didapat, Jokowi lebih mudah menentukan siapa calon wakil presidennya. Dan kita meyakini calon itu memang sudah diputuskan Jokowi sejak lama. Persoalannya, mengapa belum diumumkan? Mengapa menunggu sampai menit terakhir?

Ada dua kemungkinannya.

Pertama, Jokowi ingin mengacaukan kubu lawan. Bahkan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto yang sejak lama diyakini akan kembali menantang Jokowi, sempat goyah karena diberi "harapan palsu" posisi cawapres. 

Prabowo kehilangan banyak waktu untuk konsolidasi karena isu akan menjadi cawapres Jokowi jelas melemahkan semangat kader-kadernya yang menginginkan dirinya nyapres. Koalisi "permanen" dengan PKS, yang sudah cukup menjadi kendaraan pengusung, juga sempat tidak jelas.

Sikap tarik-ulur Jokowi juga membuat Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terbuai. Jika klaimnya benar, berarti SBY telah menghabiskan waktu setahun hanya untuk mengikuti genderang yang ditabuh Jokowi. Kondisi yang sama bisa saja terjadi pada PKB.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline