Lihat ke Halaman Asli

Yon Bayu

TERVERIFIKASI

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Plus Minus AHY dan UAS bagi Prabowo

Diperbarui: 7 Agustus 2018   13:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Prabowo bersama AHY. Foto: KOMPAS.com/Dokumentasi Demokrat

Tarik-menarik siapa yang akan mendampingi Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto masih sangat alot. Posisi PKS mulai melemah sementara Partai Demokrat kian dominan. PAN yang mencoba malakukan proxy, hanya bisa bertahan.

Kekalahan PKS sebenarnya sudah terbaca sejak kehadiran PAN dan Demokrat. Meski memegang kontrak politik dengan Prabowo, namun PKS gagal meyakinkan kekuatan yang dimiliki. Hal itu terlihat dari kegamangan Prabowo sejak setahun terakhir. Bahkan Prabowo sempat terpincut tawaran menjadi cawapres petahana Presiden Jokowi.

Upaya PKS merangkul kubu ulama berhasil memberikan tekanan kepada Prabowo ketika Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama yang dikendalikan Habib Rizieq Shihab menggelar ijtima dan merekomendasikan Ketua Majelis Syuro PKS Salim Segaf Al-Jufri sebagai cawapres Prabowo. Munculnya nama Ustadz Abdul Somad (UAS) tidak terlalu merisaukan karena diyakini belum akan terjun ke dunia politik. 

Dan memang, seperti sudah diprediksi, UAS menolak dicalonkan karena ingin tetap di jalan dakwah yang diibaratkan menjadi setetes embun di (padang) Sahara, sehingga peluang kader PKS kian lapang. Terlebih Prabowo sama sekali tidak menunjukkan ketertarikannya pada jagoan PAN, Zulkifli Hasan. Mungkin Prabowo belajar dari kekakalahan Pilpres 2014 di mana dirinya berpasangan dengan ketum PAN (saat itu) Hatta Rajasa.  

Tetapi PKS lupa masih ada Amien Rais. Setelah gagal menjadi king maker bagi kubu oposisi, Amien melihat ada celah agar PAN tetap diperhitungkan melalui UAS. Amien segera mengkampanyekan UAS dan diikuti oleh seluruh kekuatan PAN, termasuk putrinya, Hanum Salsabiela Rais. Tidak butuh waktu lama, UAS pun menjadi "ikon" baru PAN dalam perundingan segi empat dengan tiga cawapres sama kuat di mana Salim Segaf didukung PKS dan GNPF Ulama, UAS oleh PAN dan GNPF ulama, serta AHY yang disodorkan Demokrat.

Perlahan kisi-kisi siapa cawapres Prabowo sudah mulai terajut. Salah satunya adalah tokoh yang mampu menjalin komunikasi dengan generasi milenial karena mayoritas pemilih berada di bawah usia 40. Kriteria ini pernah dikatakan Prabowo sebelum bertemu SBY di Cikeas dan diulang dalam beberapa kesempatan. Dengan satu clue ini, Salim Segaf otomatis gugur dari bursa pencalonan. Salim Segaf tipe ulama zaman dulu yang lebih biasa berdakwah dan berkomunikasi satu arah.

Ilustrasi : ist

Dua kandidat tersisa adalah AHY dan UAS. Sebelum menyimpulkan siapa yang memiliki kans lebih besar dipilih Prabowo, ada baiknya kita mengetahui kesamaan, kekuatan dan kelemahan keduanya.

Baik AHY maupun UAS sama-sama berusia 40-an, gaul dan diterima oleh generasi milenial serta memiliki pengikut yang cukup besar, meski secara jumlah lebih banyak UAS. Dari sisi keterkenalan, juga cukup imbang. Meski jika didasarkan hasil survei yang pernah dirilis sejumlah lembaga, AHY unggul, tetapi belum sahih karena UAS belum pernah diikutkan secara khusus dalam sebuah survei dengan metode pilihan nama yang sudah ditentukan. UAS hanya muncul ketika responden diberi kebebasan memilih calon yang dikehendaki.

Lalu apa perbedaannya. UAS merupakan tokoh yang merepresentasikan (sebagian) suara umat Muslim, utamanya para ulama yang berada di kubu oposisi. Sedang AHY lebih mewakili kelompok pemilih nasional demokrat dan pengagum militer, tepatnya yang meyakini Indonesia bisa jaya jika dipimpin oleh militer.

UAS representasi kekuatan kubu luar Jawa, setidaknya mewakili mereka yang berpikiran kepemimpinan nasional harus perwujudan dua kutub yakni Jawa dan non Jawa. AHY tentu sebaliknya. Pasangan Prabowo -- AHY akan mudah diterpa isu ini, terlebih jika Jokowi mengambil cawapres luar Jawa semisal Gubernur NTB Muhammad Zainul Majdi alias Tuan Guru Bajang (TGB).  

Namun AHY memiliki dua kekuatan lain yang tidak dimiliki UAS yakni modal finansial dan mesin partai. Dua hal ini tentu sangat dibutuhkan Prabowo untuk menutup titik lemah Gerindra dan PKS. Daerah Indonesia bagian timur akan menjadi lumbung suara Jokowi jika Prabowo hanya mengandalkan kader-kader PKS dan Gerindra. Nama SBY dan Demokrat masih cukup harum di beberapa wilayah di Papua dan Sulawesi, ditambah sebagian Kalimantan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline