Peta politik masih cair. Akrobatik politik kubu oposisi mulai menciptakan ketegangan. Posisi Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto sebagai ikon oposisi mulai tergeser karena empat partai yang tersisa yakni Gerindra, PKS, PAN dan Demokrat, sulit menemukan isu sebagai pengikat kepentingan.
Awalnya tagar 2019Ganti Presiden cukup ampuh dijadikan jualan oleh kader-kader PKS dan Gerindra. Masifnya isu ini bisa dilihat dari perlawanan yang dilakukan kubu Jokowi. Tagar DiaSibukKerja, 2019TetapJokowi hingga sindiran keras Jokowi saat bertemu pendukungnya, menjadi bukti jika tagar 2019GantiPresiden cukup membuat gerah.
Tetapi wacana masuknya PAN, terutama Demokrat, mengendurkan kampanye #2019GantiPresiden. PAN yang masih mendua soal dukungan antara Prabowo dan Jokowi, belum berani ikut-ikutan mempopulerkan tagar ganti presiden. Jika pun Amien Rais bersuara lantang ingin mengganti Jokowi, kapasitasnya lebih sebagai Ketua Dewan Penasehat Persaudaraan Alumni (PA) 212, bukan Ketua Dewan Kehormatan PAN.
Hal yang sama terjadi di Partai Demokrat. Terlebih selama setahun terakhir, setidaknya sampai sebelum pertemuan 6 ketua umum partai pendukung Jokowi di Istana Bogor, Senin 23 Juli lalu, Partai Demokrat masih berusaha menjadi bagian kubu Istana. Hal itu disampaikan langsung Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono usai bertemu Prabowo di kediamannnya yang disusul pertemuan dengan Ketua Umum Zulkifli Hasan. Menariknya, sebelum bertemu SBY, Zulkifli terlebih dulu bertemu Jokowi.
Bagaimana mungkin Demokrat dan PAN ikut berseru ganti presiden jika langkah politiknya justru diarahkan menuju Istana?
Wacana masuknya Demokrat juga membelah aspirasi kader-kader PKS. Di satu sisi, mereka tetap menginginkan Prabowo menggandeng satu dari sembilan kader PKS yang sudah disodorkan.Kader PKS seperti Tifatul Sembiring menegaskan hal itu sudah harga mati. Bahkan Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Keadilan Sejahtera Pipin Sopian mengungkit soal perjanjian atau kontrak politik antara PKS dan Gerindra yang berisi kesepakatan untuk mengusung capres dan cawapres di gelaran Pilpres 2019. Karena Gerindra sudah mematok posisi capres, maka cawapresnya wajib dari PKS.
Namun Ketua Dewan Pimpinan PKS Mardani Ali memiliki pandangan berbeda. Menurut pencetus tagar 2019GantiPresiden ini, bisa saja cawapres Prabowo bukan kader PKS, asal pembahasannya dilakukan secara terbuka.
Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani juga sudah meminta partai-partai koalisi kubu Prabowo Subianto tak berkukuh meminta posisi cawapres. Harus logowo demi membangun kebersamaan.
Di tengah tarik-ulur tersebut, Prabowo mengemukakan dirinya siap mundur dari bursa capres jika memang tidak dibutuhkan dan ada calon lain yang lebih baik. Hal itu disampaikan Prabowo saat berpidato di depan peserta ijtimak ulama yang diselenggarakan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama yang merupakan metamorfosis GNPF MUI dengan imam Habib Rizieq Shihab, semalam di Hotel Peninsula, Jakarta.
Kesediaan Prabowo mundur dari arena pilres dipuji Ketua Majelis Syuro PKS yang digadang-gadang bakal menjadi pendamping Prabowo, Salim Assegaf Al-Jufri. Sementara Direktur Pencapresan PKS Suhud Aliyudin mengatakan masih ada kemungkinan PKS dan Gerindra tak menemukan kesepakatan. Namun demikian, dengan atau tanpa Prabowo, PKS tetap memperjuangkan kader untuk menjadi cawapres.
Bagaimana akhir drama kubu oposisi?