Lihat ke Halaman Asli

Yon Bayu

TERVERIFIKASI

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Amien Rais Gagal Jadi King Maker Kubu Oposisi, Ini Penyebabnya

Diperbarui: 19 Mei 2019   13:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Prabowo meninggalkan Hotel Sultan sebelum pertemuan berakhir. Foto: KOMPAS.com/Kristian Erdianto

Keinginan Amien Rais menyatukan kubu oposisi di bawah bendera Persaudaraan Alumni (PA) 212 gagal total. Pertemuan di Hotel Sultan yang diinisiasinya hanya dihadiri Ketua Umum Parta Gerindra Prabowo Subianto dan Sekjen PAN Eddy Soeparno.

Undangan Amien Rais di Hotel Sultan Jakarta, semalam, yang ditujukan kepada partai-partai yang diklaim sebagai pendukung Koalisi Keumatan yakni Gerindra, PKS, PAN, PBB, Idaman dan Berkarya sebenarnya sangat strategis karena bagian dari strateginya yang sudah dirancang sejak lama untuk mencari penantang Jokowi di Pilpres 2019. 

Ketua Dewan Kehormatan PAN ini tahu persis partainya tidak mungkin menjadi pemain utama koalisi oposisi karena Prabowo lebih percaya dengan PKS. Apalagi koalisi Gerindra-PKS sudah memenuhi ambang batas untuk mengusung pasangan calon presiden dan calon wakil presiden.

PAN juga tidak bisa "mengatur" Partai Demokrat karena sang pemilik, Susilo Bambang Yudhoyono, jarang mau ikut terlibat pada koalisi yang bukan hasil racikannya sendiri. SBY bukan tipe pemimpin partai yang suka kumpul-kumpul tanpa hasil yang jelas, apalagi pertemuan yang tidak atas inisiatifnya. Sebagai mantan Presiden, SBY terlihat "menjaga jarak" dan berani mengorbankan partainya. SBY akan membiarkan kadernya menentukan pilihan masing-masing manakala skenarionya tidak terwujud.

Amien Rais lantas menggunakan PA 212 untuk melakukan manuver. Sebagai Ketua Dewan Penasehat, posisi Amien Rais di PA 212 nyaris sejajar dengan Habib Rizieq Syihab yang menjabat Dewan Pembina tunggal. Jalan Amien Rais semakin mulus setelah Gubernur Nusa Tenggara Barat Zainul Majdi atau Tuan Guru Bajang (TGB) dan Kapitra Ampera yang selama ini menjadi pengacara Habib Rizieq, membelot ke kubu Jokowi.

Namun Amien Rais seperti kurang sabar dan nekad mengundang para ketua umum partai oposisi melalui PA 212. Meski sudah dipasang antisipasi dengan juga mengundang sekjen pertai, tetapi langkahnya kali ini jelas "terlalu jauh". Mengapa?

Pertama, meski cengkeramannya sudah kuat, namun Amien Rais belum identik dengan PA 212 karena masih ada Habib Rizieq. Sebagian dari yang diundang tentu bingung ketika Sekretaris Umum PA 212 Bernard Abdul Jabbar mengatakan yang mengundang Amien Rais, bukan PA 212. Bahkan posisi PA 212 dalam pertemuan itu juga sebagai tamu undangan. Artinya, pertemuan yang digelar di Hotel Sultan benar-benar pertaruhan nama Amien Rais, bukan PA 212.

Kedua, sulit bagi Ketua Umum Partai Berkarya Hutomo Mandala Putra untuk datang atau mengutus Sekjen Priyo Budi Santoso karena Amien Rais merupakan salah satu tokoh yang menumbangkan kekuasaan ayahnya, HM Soeharto. Luka itu masih ada dan Amien sepertinya terlalu yakin Tommy sudah "memaafkan" dirinya. Padahal, Amien masih membutuhkan waktu untuk bisa sampai ke tahap itu.

Ketiga, jauh hari sebelumnya Ketua Umum PBB Yuzril Ihza Mahendra sudah menyeru tidak mau mengikuti permainan Amien Rais yang dinilainya tidak konsisten. Menurut pembuat pidato pengunduran diri Soeharto ini, sejak awal dirinya tidak tertarik dengan inisiatif Amien Rais yang melakukan lobi sana-sini, untuk memilih siapa yang akan maju dalam Pilpres 2019 menghadapi Jokowi.

Keempat, bagi PKS, langkah Amien bisa menjauhkan Partai Demokrat dari kubu oposisi. Padahal Demokrat, melalui Sekjen Hinca Pandjaitan, sudah mengirim sinyal bersedia bergabung jika pun cawapresnya bukan Komandan Kogasma Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

Meski mungkin tidak ada niatan untuk mempermalukan, namun kegagalan pertemuan Hotel Sultan, di mana Prabowo "kabur" sebelum acara usai sementara PKS, Idaman dan Berkarya menolak mengirimkan perwakilan, mestinya menjadi peringatan keras bagi Amien Rais bahwa zaman telah berganti. Sulit bagi dirinya untuk kembali menjadi king maker yang bisa "sekehendak hati" menaikkan dan menurunkan presiden, sebagaimana dulu di awal reformasi.  @yb

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline