Jika menurut Ketua Dewan Kehormatan PAN Amien Rais sudah ada tiga pertanda Presiden Joko Widodo akan gagal mempertahankan kekuasaan di Pilpres 2019, maka hal yang sama juga terjadi pada Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto. Bahkan tanda-tanda pamor Prabowo sudah redup "disuarakan" oleh partai dan orang-orang terdekatnya.
Saat memberikan ceramah di Masjid Hj Sudalmiyah Rais Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Amien Rais mengajak jamaahnya berdoa agar April 2019 Indonesia memiliki presiden baru.
Menurut mantan Ketua MPR tersebut, sudah ada tiga pertanda kekalahan Jokowi yakni hasil Pilgub DKI Jakarta, Pemilu Malaysia, dan blunder yang dilakukan pemerintah seperti dalam kasus rilis 200 penceramah atau mubalig oleh Kementerian Agama.
Amien Rais tentu tidak asal ucap --terlepas suka atau tidak dengan "ramalannya". Doktor politik dari Universitas Chicago, Illinois, Amerika Serikat itu sudah malang-melintang di dunia poltik jauh sebelum Jokowi menjadi Wali Kota Solo. Pendiri PAN ini beberapa kali terbukti memiliki feeling politik yang cukup tajam. Langkah-langkah politiknya ikut mewarnai sejarah Indonesia, terutama sejak awal 90-an hingga sekarang.
Namun sayangnya, manuver Amien sepertinya dimaksudkan untuk "menutupi" pertanda lain yang tidak menguntungkan jagoannya, Prabowo Subianto. Seperti diketahui, dalam beberapa kesempatan Amien selalu menjagokan Prabowo sebagai calon yang akan menjungkalkan Jokowi di Pilpres 2019.
Padahal sedikitnya sudah ada tiga pertanda "sihir" Prabowo sudah redup dan mulai ditinggal pendukung dan partai-partai yang awalnya diprediksi akan berkoalisi dengan Gerindra untuk mengusung Prabowo.
Pertama, penurunan elektabilitas Prabowo yang tercermin dari seluruh hasil survei yang digelar lembaga kredibel seperti Litbang Kompas, LSI Denny JA, Poltracking Indonesia, Indikator hingga Saiful Mujani Research dan Consulting (SMRC). Hasil survei terakhir yang dirilis Litbang Kompas April lalu menunjukkan dalam rentang enam bulan, elektabilitas Prabowo melorot hingga 4,1% lebih yakni dari 18,2% menjadi tinggal 14.1%.
Kemungkinan hasil survei-survei tersebut yang membuat Prabowo belum "berani" mendeklarasikan diri sebagai calon presiden meski sudah beri mandat oleh kadernya dan didukung buruh yang tergabung dalam KSPI pimpinan Said Iqbal. Tidak heran jika Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad sampai mencurigai hasil survei dengan menyebutnya tidak wajar karena keinginannya agar Prabowo segera mendeklarasikan diri belum terwujud.
Kedua, blunder yang dilakukan anggota Badan Komunikasi DPP Gerindra Andre Rosiade yang mengumumkan sudah terbentuknya Sekber Gerindra-PKS-PAN untuk pemenangan Pilpres 2019 di mana Prabowo didapuk sebagai capres. Andre menyebut, Sekber diketuai M. Taufik dan Sekjen M Idrus.
Namun pencantuman PAN, langsung menuai kritik keras. Wasekjen PAN Faldo Maldini menyebut PAN belum mengambil keputusan resmi terkait Pilpres 2019. Faldo meminta agar kader Gerindra tidak asal klaim.
Hal serupa dilakukan PKS. Direktur Pencapresan Tim Pemenangan Pemilu Pusat PKS Suhud Alynudin mengatakan kepengurusan sekber yang diumumkan Andre bukanlah susunan pengurus sekber resmi koalisi. Mengapa PAN dan PKS menolak? Kemungkinannya karena Prabowo sendiri belum tentu nyapres! Kedua partai berbasis Islam ini tidak mau menanggung beban seolah mereka yang menghendaki, bukan Prabowo yang membutuhkan, sehingga kelak Gerindra bisa berlaku "seenaknya".