Lihat ke Halaman Asli

Yon Bayu

TERVERIFIKASI

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Ada Isu Kudeta di Balik Impor Senjata Polisi

Diperbarui: 7 Oktober 2017   11:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menko Polhukam Wiranto, didampingi Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian dan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu, saat memberikan keterangan pers soal polemik pengadaan senjata. Foto : KOMPAS.com/Kristian Erdianto

Impor senjata semi militer oleh Kepolisian RI yang dilontarkan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo tidak berdiri sendiri. Ada banyak isu dan kepentingan yang bertumpuk di dalamnya. Salah satu yang paling mengemuka dan membuat marah TNI ada isu kudeta. Impor senjata pun dimaknai sebagai upaya penguatan institusi lain untuk mengantisipasi gerakan TNI.

Blow up impor senjata semi militer jenis Stand-alone Grenade Launcher (SAGL) jauh dari kepentingan politik sebagaimana sudah ditulis sebelumnya. Isu ini sengaja dicuatkan sebagai bentuk ketersinggungan TNI terhadap isu kudeta. Mari kita lihat korelasi isu kudeta dan impor senjata semi militer oleh Kepolisian dalam perspektif yang lebih luas.

Sejak Presiden Joko Widodo dilantik, isu adanya polarisasi di tubuh TNI sudah mengemuka. Kemenangan Prabowo Subianto- rival Jokowi di Pilpres 2014, di kantong-kantong TNI, seperti Kompleks Kopassus Kartosuro Jawa Tengah, menjadi titik api yang terus membesar karena ketegangan-ketegangan politik yang mengikuti perjalanan kekuasaan Jokowi-JK. Setiap kali ada rongrongan ke Istana, semua orang lantas menoleh kepada TNI dengan penuh rasa curiga.

Jaminan Presiden Jokowi tidak akan mencopot Panglima TNI di tengah panasnya situasi menjelang Pilkada DKI Jakarta 2017 dan diikuti dengan kunjungan ke kesatuan-kesatuan elit TNI seperti Kopassus, Kostrad dan Marinir, ditafsirkan sebagai upaya Presiden meredam isu "gerakan" TNI. Meski Presiden mengimbanginya dengan kunjungan ke Markas Brimob- kesatuan elit Kepolisian, tetapi rumor itu tetap mengemuka dan terus menjadi perbincangan di kalangan elit politik. Beberapa tindakan Panglima TNI yang seolah berada di luar garis komando Presiden, termasuk saat memutuskan kerjasama militer dengan Australia, kian menguatkan rumor tersebut.

Tekanan lebih kencang ketika Jenderal Gatot sering melakukan kunjungan ke sejumlah ulama dan membuat kebijakan pemutaran kembali film G30S/PKI di barak-barak militer. Pada saat bersamaan sejumlah partai politik yang berada di kubu Prabowo, terutama PKS dan PAN, selain tentunya Gerindra, terus berupaya memanasi Jenderal Gatot dengan isu PIlpres 2019. 

Partai-partai pendukung pemerintah, utamanya PDIP, beberapa kali terlihat "selip lidah" sebagai ekspresi kekuatiran terhadap langkah Panglima TNI. PDIP tidak ingin elektabilitas Gatot semakin moncer karena nantinya bisa menjadi batu sandungan manakala terjadi hal-hal di luar prediksi. Kasus "pembelotan" Susilo Bambang Yudhoyono di Pilpres 2004 masih membayang dan susah untuk dilupakan.

Jenderal Gatot bukan tidak tahu dirinya dijadikan sasaran tembak oleh kekuatan lain. Gatot mulai membentengi dirinya dengan lebih mengoptimalkan peran Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI. Ketika mendapat laporan adanya impor senjata semi militer oleh Kepolisian dalam jumlah besar, feeling militer Jenderal Gatot mulai curiga. 

Keberadaan senjata semi militer di luar kendali TNI membuat Gatot tidak nyaman karena sangat mungkin ada skenario buruk di lingkar dekat Presiden. Itu sebabnya Gatot tidak melapor ke Presiden. Gatot memilih mengumpulkan jenderal-jenderal purnawirawan untuk meminta dukungan moril karena tengah menghadapi kekuatan besar. 

Di depan Menko Polhukam Wiranto, mantan Gubernur Lemhannas Agum Gumelar, Prabowo Subianto, wapres ke-6 Try Sutrisno, Laksamana (Purn) TNI Purn Widodo AS, dan Laksamana (Purn) Agus Suhartono, mantan Kepala BIN Letjen TNI (Purn) Sutiyoso, mantan Menko Polhukam Tedjo Edhy Purdijatno dan jenderal-jenderal lainnya, Gatot membeber soal impor senjata semi militer tersebut. Gatot seolah tengah meminta izin andai nanti dirinya menggerakan pasukan.

Tindakan Gatot membuat geger dan memang itu tujuannya agar publik tahu situasi yang tengah dihadapi. Gatot menduga impor senjata semi militer ditutup-tutupi karena ada tujuan lain. Perlu dicatat, polisi memberitahukan adanya impor SAGL yang ketiga kepada BAIS TNI setelah senjata tiba di Bandara Soekarno- Hatta, alias setelah lontaran Gatot di depan purnawirawan jenderal TNI.

Untuk lebih jelasnya, mari kita urutkan kejadiannya. Panglima membeber adanya impor 5,000 senjata ilegal dan mengancam akan menyerbu Kepolisian jika memiliki senjata yang bisa menembak tank tempur, pada tanggal 22 September 2017 saat melakukan pertemuan dengan para jenderal purnawirawan TNI di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta Timur. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline