Lihat ke Halaman Asli

Yon Bayu

TERVERIFIKASI

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

5 Alasan Jokowi Bukan Diktator

Diperbarui: 11 Agustus 2017   18:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Presiden Jokowi gemar naik kendaraan militer, seperti panser Anoa. Foto: kompas.com

Ternyata Presiden Joko Widodo sangat terganggu dengan kritik yang menyebut dirinya diktator. Apalagi kritik itu secara eksplisit juga dilontarkan oleh mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Dalam beberapa kesempatan Jokowi mengulang pernyataannya dirinya bukan diktator. Benarkah?

Ada 5 indikator mengapa Jokowi bukan pemimpin diktator. Pertama, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) online, diktator adalah kepala pemerintahan yang mempunyai kekuasaan mutlak, biasanya diperoleh melalui kekerasan atau dengan cara yang tidak demokratis. Jika mengacu pada pemahaman tersebut, maka tudingan Jokowi diktator dengan sendirinya gugur karena jabatan kepresidenan yang diembannya saat ini diperoleh melalui pemilihan umum yang terbuka dan demokratis.

Kedua, lembaga-lembaga negara yang merupakan pilar demokrasi seperti DPR dan MPR masih eksis dan bahkan terkadang menjadi rival Presiden. Dalam negara yang dikuasai pemimpin diktator, biasanya lembaga perwakilan rakyat hanya menjadi tukang stempel kebijakan pemerintah.

Ketiga, kemerdekaan kekuasaan yudikatif. Banyak kasus pemerintah yang kalah di pengadilan. Artinya, lembaga peradilan tidak tunduk pada kemauan eksekutif. Selama lembaga hukum masih tegak dan memiliki kekuasaan mutlak, dijamin di situ masih ada demokrasi.

Keempat, kebebasan pers dan suara masyarakat. Tidak ada lagi pemberangusan terhadap media massa yang berbeda pandangan atau bahkan menyerang kebijakan pemerintah. Kelima, militer masih tetap berada di barak. Dalam rezim totaliter, kekuatan militer selalu digunakan untuk menopang kekuasaan.

Dari 5 alasan tersebut, tidak salah ketika Presiden Jokowi mengulang-ulang bantahan dirinya bukan diktator, termasuk saat membuka Pasanggiri dan Kejuaraan Pencak Silat Nasional di daerah Lubang Buaya, Jakarta Timur.  Jokowi bahkan mempertanyakan perubahan penilaian publik terhadap dirinya yang awalnya menyebut klemar-klemer menjadi diktator. "Masa wajah saya kayak gini wajah diktator," canda Jokowi saat menyuruh peserta maju untuk mengikuti kuis.

Meski saat ini Presiden Jokowi bukan seorang diktator, tetapi tidak berlebihan juga manakala ada penilaian berbeda dari sebagian masyarakat. Ada beberapa kejadian dan kebijakan pemerintah yang berpotensi menjadi bibit-bibit kediktatorannya.

Pertama tentu terkait penerbitan Perppu Nomor 2 Tahun 2017  tentang Ormas. Penghilangan keharusan pembubaran ormas melalui pengadilan, perlu diwaspadai. Jangan sampai hal ini menjadi pintu masuk bagi pemerintah untuk memberangus hak berkumpul dan berserikat masyarakat yang dijamin oleh UUD 1945. Pemerintah tidak boleh menjadi pemegang tunggal kebenaran sehingga menafikan, bahkan menyingkirkan, orang atau ormas yang berbeda pilihan, berbeda pendapat terkait satu-dua isu.

Kedua, penangkapan terhadap 12 orang pelaku hate speech dalam 2 bulan terakhir, yang secara spesifik menyerang kehormatan Presiden Jokowi. Ujaran kebencian dan bully di luar batas terhadap terhadap tokoh-tokoh lain di luar kekuasaan, juga sangat marak. Apakah polisi sudah menangkapi mereka, seperti para pelaku hate speech terhadap Presiden? Jika tidak, jangan salahkan publik yang menilai kepolisian hanya alat kekuasaan, bukan pengayom dan pelindung masyarakat.

Ketiga, kriminalisasi terhadap tokoh-tokoh yang berseberangan dengan pemerintah. Meski harus dibuktikan apakah orang-orang seperti Amien Rais yang sempat disebut menerima aliran dana korupsi, Rizieq Shihab yang menjadi tersangka chat mesum dan Harry Tanoe dengan kasus SMS ancaman terhadap Jaksa Yulianto,  bentuk kriminalisasi ataukah memang demikian faktanya, namun yang pasti kasus ini sudah dijadikan alas pembenar oleh mereka yang menuding Jokowi diktator.

Diktator tidak mengenal wajah. Tidak semua diktator berwajah bengis. Kita baru benar-benar akan tahu apakah Presiden Jokowi seorang diktator atau bukan, dari kebijakan yang sudah dan akan dibuat serta bagaimana cara mempertahankan kekuasaannya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline