Nama mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said mencuat dalam bursa calon gubernur Jawa Tengah 2018-2023. Meski minim pengalaman politik, namun kehadirannya tidak bisa diremehkan karena mendapat sokongan penuh Presiden Joko Widodo sebagaimana Anies Rasyid Baswedan di Pilgub DKI Jakarta.Semua aktiftas politik 2018 erat kaitannya dengan Pemilu dan Pilpres 2019.
Hitung-hitungan dan strategi yang dimainkan selalu dikaitkan ke sana, termasuk dalam menentukan calon kepala daerah yang akan mengikuti pilkada serentak 2018 di seluruh Indonesia. Dari 172 daerah, beberapa di antaranya termasuk wilayah strategis yang harus dimenangkan, apapun caranya. Daerah-daerah itu adalah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa TImur, Sumatera Utara dan Papua.
Jika daerah Jawa harus dimenangkan karena didasarkan pada jumlah penduduk, maka- tanpa bermaksud mengecilkan daerah lain, Sumatera Utara dan Papua dinilai strategis karena memiliki efek luas di pentas politik nasional.
Presiden Jokowi memiliki kepentingan merengkuh kepala-kepala daerah bukan saja untuk menjamin sinergisitas program kerja pusat dan daerah, tetapi lebih ditujukan untuk memastikan kemenangan pada Pilpres 2019. Meski mendapat garansi akan diusung kembali oleh PDIP, Nasdem, Hanura, dan mungkin ditambah Golkar, Jokowi belum merasa nyaman jika daerah-daerah strategis jatuh ke tangan politisi lawan, terutama Gerindra dan PKS.
Jawa Tengah kian mendapat perhatian Jokowi karena elektabilitas Gubernur Jateng Ganjar Pranowo sangat diragukan. Selain isu menerima suap dalam kasus korupsi e-KTP dan sudah beberapa kali diperiksa sebagai saksi oleh KPK, banyak kebijakan Ganjar yang kurang populer bagi warga Jateng seperti penerbitan izin lingkungan untuk PT Semen Indonesia di Kabupaten Rembang. Ganjar juga dinilai gagal melahirkan inovasi sehingga pembangunan di Jateng nyaris stagnan.
Meski Ganjar kader PDIP, dan belum ada calon internal yang bisa menandingi elektabilitasnya sehingga kemungkinan besar Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri akan kembali menugaskan untuk mengikuti Pilgub Jateng 2018, namun Jokowi memiliki hitung-hitungan sendiri. Jokowi menyodorkan calon alternatif yang bisa dikendalikan dan dinilai mampu mengimbangi calon-calon dari partai lain. Tentu tidak akan dilakukan secara terbuka sebagaimana dukungannya kepada Anies Baswedan. Gaya politik nokang alias kanan kiri oke, terbukti efektif di tengah perubahan politik yang liar dan sulit diprediksi.
Pilihan Jokowi jatuh ke Sudirman Said yang saat ini menjadi Ketua Tim Sinkronisasi Anies --Sandi. Ada beberapa pertimbangan mengapa Jokowi memilih ahli akuntansi negara dari George Washington University tersebut.
Pertama, Jokowi sudah tahu kemampuan kerja dan loyalitas Sudirman Said. Mantan Dirut PT Pindad ini yang membongkar skandal "Papa Minta Saham " dengan aktor utama Ketua DPR Setya Novanto Dugaan Sudirman Said dicopot dari Menteri ESDM setelah Novanto terpilih menjadi Ketua Umum Golkar tidak sepenuhnya tepat karena Jokowi bukan tipe pemimpin yang mudah dipengaruhi, apalagi ditekan. Jika pun dipaksakan dengan satu kasus, mungkin terkait rebut-ribut lelang Blok Masela- ladang gas bumi, dengan Rizal Ramli yang saat itu menjadi Menko Kemaritiman. Keduanya dicopot untuk menghindari kesan Jokowi berpihak pada salah satunya.
Kedua, Sudirman Said berasal dari wilayah barat Jateng, tepatnya Kabupaten Brebes. Kehadiran Wong Ngapak dalam kontestasi PIlkada Jateng seperti menjawab keinginan terpendam warga yang mendiami kawasan eks Karesidenan Banyumas. Sebab, selama ini baru Soepardjo Rustam yang menjadi gubernur dari wilayah barat Jateng atau eks Karesidenan Banyumas.
Itu artinya sudah 35 tahun Jateng dikuasai Wong Wetan -- sebutan orang-orang Banyumas kepada warga Jateng di luar wilayah eks Karesidenan Banyumas. Tidak heran jika penduduk di Kabupetan Brebes, Tegal, Cilacap, Kebumen, Banyumas, Purbalingga, Banjarnegara hingga Pekalongan selalu merasa dianaktirikan karena pembangunan di barat dan timur cukup timpang.
Wacana untuk membentuk Provinsi Banyumas sempat mengemuka karena persoalan ini. Sosok Sudirman Said menjadi lebih menguntungkan Jokowi karena kemungkinman besar PDI P akan mengusung calon dari wilayah timur, terutama incumbent Ganjar Pranowo yang berasal dari Surakarta.