Lihat ke Halaman Asli

Yon Bayu

TERVERIFIKASI

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

[Demo 4 November] Memindahkan Medan Tempur ke Serambi Istana

Diperbarui: 31 Oktober 2016   16:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto saat menerima Presiden Joko Widodo di Hambalang, Bogor, Senin (31/10/2016). (Ihsanuddin/KOMPAS.com)

Demo sejuta umat untuk mengawal “fatwa” Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada Jumat 4 November mendatang tidak lagi menjadi “milik” Front Pembela Islam (FPI) setelah ulama-ulama karismatik yang memiliki ribuan jamaah seperti Ustadz Muhammad Arifin Ilham dan Ustadz Abdullah Gymnastiar (Aa Gym), menyatakan bergabung. Kekuatan ulama lintas mazhab yang selama ini tidak berkecimpung dengan urusan politik, menjadi penanda betapa masifnya eskalasi kemarahan umat Islam karena menganggap kepolisian lambat menangani kasus dugaan penistaan Al Quran oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).

Medan pertempuran pun berubah dari Balai Kota ke Istana. Presiden Joko Widodo yang masih belum mengeluarkan sikap terhadap persoalan tersebut menjadi sasaran tembak. Surat terbuka mantan ketua MPR Amien Rais dan Aa Gym kepada Presiden Jokowi jelas menyiratkan hal itu. Megawati yang terpaksa turun gunung untuk membentengi Jokowi akan menghadapi hari-hari yang berat. Megawati harus bertarung sendirian karena beberapa elemen nasionalis yang diharapkan bisa menjadi penyangga, justru berada di barisan seberang.

Meski belum tentu bergabung dengan kubu Amien Rais, Ustadz Arifin Ilham, Aa Gym dan sederet tokoh lainnya, mereka tidak akan memberikan “bantuan” mana kala Megawati berjibaku dalam kasus tersebut.

Keriuhan demo 4 November semakin tidak terkendali akibat provokasi yang dilancarkan cyber army di media online. Kecaman terhadap pribadi Aa Gym (juga Ustadz Arifin Ilham) seperti yang terlihat di kolom komentar pada berita-berita di sini, tentu mendidihkan darah santrinya. Umat Muslim yang awalnya tidak mau ikut-ikutan, perlahan terbawa juga karena ulamanya dinistakan sedemikian rupa. Mem-bully mereka yang berseberangan dengan Ahok sepertinya sudah menjadi tren tersendiri. Tidak ada kebenaran jika berbeda dengan pendapat atau keinginan Ahok.

Mendadak ruang kebebasan berpendapat menjadi sangat sempit. Tidak ada lagi perdebatan ide dan gagasan. Kebenaran harus disesuaikan dengan keinginan Ahok. Memuji Ahok akan diganjar berbagai penghargaan sosial nan prestisius, dan berlaku sebaliknya, berbeda pendapat dengan Ahok akan menuai kecaman bukan hanya terkait pendapatnya, namun juga wilayah privatnya. Model penghakiman massa (trial by mass) di dunia maya nyaris sempurna.  

Namun, ada yang terlupa. Massa yang tertekan lambat-laun pasti menggeliat. Letupan-letupan kecil mulai terjadi. Mereka yang tidak bisa melawan di media online karena tidak memiliki ruang (media) dan uang untuk menggerakkan cyber army, mengekspresikan perlawanannya di dunia nyata. Dengung untuk melakukan pembalasan mulai terdengar dan terus membesar. Mereka hanya menunggu pemantik untuk meledak. Sejarah akan berulang, menyisakan kepedihan akibat kebodohan sendiri.

Demo 4 November bisa saja menjadi pemantik ledakan itu jika tidak ditangani dengan benar. Para petinggi kepolisian dan TNI, sudah tahu besarnya potensi untuk terjadinya ledakkan massa. Mengundang Habib Rizieq ke Mabes Polri hanya salah satu upaya untuk meredam kemungkinan itu. Tetapi tidak akan efektif karena saat ini “pimpinan” demo tidak lagi terkonsentrasi di pundak Habib Rizieq. Bahkan massa FPI mungkin kalah jumlah dibanding massa yang tidak tergabung dengan organisasi apa pun namun ikut turun karena hal-hal yang dipaparkan di atas.

Mudah-mudahan pertemuan Presiden Jokowi dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, siang ini, bisa sedikit meredakan ketegangan di tengah masyarakat. Meski mungkin tidak akan ada statemen terkait rencana demo 4 November, namun pertemuan keduanya tetap bisa menjadi sedikit pereda ketegangan. Pertemuan dengan tokoh-tokoh nasional dengan skala yang lebih luas mungkin juga perlu dilakukan oleh Presiden Jokowi daripada hanya menunggu dalam ketidakpastian apa yang akan terjadi pada 4 November dan sesudahnya.

Salam @yb

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline