Lihat ke Halaman Asli

Yon Bayu

TERVERIFIKASI

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Risma ke Jakarta, Mengapa PKS yang Disalahkan?

Diperbarui: 9 Agustus 2016   17:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kian menguatnya kemungkinan Walikota Surabaya Tri Rismaharini berlabuh di Jakarta membuat panik sekelompok orang dengan melontarkan  wacana dangkal soal adanya konspirasi PKS. Jika sebelumnya mereka mengejek kader-kader PKS karena gemar menuding adanya konspirasi Israel dan Amerika terhadap apapun yang terjadi di Indonesia dan belahan dunia lainnya, kini mereka sendiri yang mulai menyukai teori konspirasi tersebut. Padahal munculnya nama Risma sebagai jagoan  alternatif PDIP tidak terlepas dari sikap petahana Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).

Jika dicermati nama Risma muncul setelah Ahok yang semula diperkirakan banyak pengamat akan diusung PDIP, mulai mbalelo. Merasa dekat dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, Ahok beberapa kali melontarkan pernyataan yang membuat panas kader-kader PDIP. Terlebih setelah relawannya- Teman Ahok, mengklaim berhasil mengumpulkan KTP dukungan melebihi perolehan suara beberapa partai. Sikap Ahok semakin “tak beretika” terhadap Megawati. Puncaknya ketika Ahok mem-fait accompli Megawati dalam suatu pertemuan kedua  di acara Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), Senin 7 Maret 2016 lalu. Saat itu Ahok meminta agar Megawati memberikan kepastian apakah PDIP akan mendukung dirinya atau tidak. di sini

Sikap Ahok membuat “marah” kader-kader PDIP. Bahkan Ketua DPP PDI-P Andreas Hugo Pareira sampai mempertanyakan tata krama dan etika Ahok. Menurut Andreas, jika ingin didukung oleh PDI-P, Ahok yang harus mengikuti mekanisme partai. Ahok harus mengikuti mekanisme penjaringan seperti bakal calon gubernur di sini

Belakangan Ahok mulai mengambil jarak. Relawannya yang tergabung dalam wadah Teman Ahok pun dengan “beringas” mulai menyerang PDIP. Publik tentu belum lupa ketika anak-anak kelewat semangat itu melukiskan Ahok tengah ditarik-tarik oleh “banteng” hitam bermata merah yang mengarah pada lambang PDIP. Pada saat bersamaan, mereka menyanjung jalur independen sambil mencaci-maki eksistensi partai politik di Indonesia. Mereka seolah menafikan sejarah bahwa Ahok bisa merengkuh berbagai jabatan politik, mulai dari bupati Belitung Timur, anggota DPR, hingga gubernur Jakarta, karena peran tiga partai politik sebelumnya yakni PIB, Golkar dan Gerindra.

Di tengah hiruk-pikuk itu, kader-kader PDIP mulai menyuarakan beberapa nama untuk diusung PDIP melawan Ahok. Awalnya nama Wakil Gubernur Jakarta Djarot Saiful Hidayat menguat bersama Boy Sadikin. Namun setelah Boy mundur dari posisi ketua DPD PDIP Jakarta, dan Djarot masih juga berkutat di ketiak Ahok,  kader PDIP mulai memunculkan nama Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, dan Risma. di sini

Di mana PKS saat itu? Partai dakwah ini masih sibuk mengelus-elus kadernya, M. Idrus sebagai calon gubernur DKI. PKS juga sempat menyebut beberapa nama non kader seperti Sandiaga Uno, Adhyaksa Dault dan Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar.

PKS mulai ikut mendengungkan nama Risma setelah M. Idrus gagal mendapatkan teman koalisi. Seperti diketahui, dengan hanya bermodal 11 kursi, PKS tidak bisa mengusung calon sendiri dalam pilgub DKI Jakarta. Terlebih kemudian nama Adhyaksa Dault dan Deddy Mizwar semakin menjauh dari hiruk-pikuk politik Jakarta. Pada saat bersamaan, dorongan dan ekspektasi kader-kader PDIP di Jakarta terhadap kehadiran Risma semakin tinggi.

Dari fakta itu, logika mana yang dipakai untuk menilai aksi sejumlah kader PKS yang mendorong agar PDIP mencalonkan Risma adalah konspirasi PKS untuk memecah-belah PDIP? Hanya mereka yang a-history dan tidak paham politik yang sampai pada kesimpulan semacam itu.

Jika dicermati, justru Ahok yang terus berupaya memecah-belah PDIP dengan “mencatut” nama Presiden Joko Widodo yang notabene kader PDIP. Tanpa sungkan Ahok selalu mengaitkan dirinya dengan Jokowi termasuk soal keputusan maju melalui jalur partai politik setelah sebelumnya dengan gagah menyatakan akan menggunakan jalur independen,  yang disebutnya ada andil Jokowi. di sini

Dengan statemennya itu, dan beberapa statemen lainnya terkait hubungannya dengan Megawati serta “mengumbar” adanya perpecahan di tubuh PDIP terkait dukungan terhadap dirinya, Ahok sepertinya ingin membenturkan kader-kader PDIP. Jika sudah mengatakan tidak butuh PDIP, tidak bisa menunggu proses di PDIP, mengapa masih terus mengait-ngaitkan dirinya dengan PDIP?  Apakah jika kelak akhirnya gagal menjadi peserta pilkada DKI, Ahok akan menyalahkan kader PDIP (baca: Jokowi)?

Mudahan-mudahan hal itu tidak terjadi, meski harapan ini diungkap dengan penuh rasa tidak percaya!

salam @yb




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline