Lihat ke Halaman Asli

Yon Bayu

TERVERIFIKASI

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Jangan Tersangkakan Pemilik 'Snack" Bikini

Diperbarui: 6 Agustus 2016   20:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebanyak 144 bungkus makanan "Bikini" disita BBPOM Jabar dalam penggerebekan di rumah produksinya di Depok Jawa Barat, Sabtu (6/8/2016). (Kompas.com/Reni Susanti)

Bermodalkan akun instagram, TW- perempuan berusia 19 tahun memproduksi makanan ringan Snack Bikini- yang katanya akronim dari bihun kekinian. Dalam sekejap, snacknya meledak. Melahirkan sensasi. Bukan pada rasanya, melainkan pada gambar kemasan yang merujuk pada tubuh perempuan berbalut beha.

Protes masyarakat ditanggapi dengan cepat oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Dini hari tadi  BPOM Bandung menggrebek pabrik Snack Bikini di daerah Sawangan Depok. Hasilnya, 144 bungkus Snack Bikini, 3.900 lembar pembungkus, 15 bungkus bumbu-bumbu, 40 bungkus bahan baku bihun, peralatan produksi berupa kompor, wajan dan lainnya, diangkut paksa.

Tidak hanya itu. Kepala Balai Besar POM Bandung Abdul Rahim mengancam akan menaikkan status TW sebagai tersangka. "Dua tiga hari ini kita akan memanggil dia untuk dimintai keterangan. Saat ini statusnya masih saksi, tapi bisa menjadi tersangka," kata dia.

Dari pemberitaan yang dikutip, terkesan BPOM sudah merasa menjadi pahlawan bagi masyarakat karena berhasil mengalahkan remaja perempuan yang menjadi public enemy. Untuk menambahkan kesan hebat, BPOM pun siap mengirim pembuat snack “porno” itu ke penjara.

TIdak ada kata yang lebih tepat untuk menggambarkan perlakuan BPOM (sebagai lembaga) terhadap produsen Snack Bikini selain arogan! BPOM seolah lupa pada tugas dan fungsinya sebagai badan pengawas. BPOM menempatkan dirinya hanya sebatas petugas “pemadam kebakaran” sehingga hanya bekerja setelah terjadi “kebakaran” di tengah masyarakat. Kasus vaksin palsu adalah contoh paling tepat untuk menggambarkan betapa mandulnya kinerjanya BPOM.

Tentu kita sepakat, tindakan TW yang memproduksi bihun dengan gambar kemasan yang menjurus ke eksploitasi tubuh perempuan sudah melanggar batas kepatutan. Terlebih gambar itu masih dibumbuhi slogan: Remas Aku.  Bagi laki-laki normal  gambar dan tulisan dalam kemasan camilan Bikini tentu akan membawa fantasi pornografi.  Tidak heran jika beberapa nitizen bersuara agar TW dijerat dengan UU  Nomor 44 Tahun 2008 tentang Anti Pornografi dan Pornoaksi. Terlebih TW juga mencantumlkan label “Halal” yang tentunya dipalsukan karena rasanya MUI sebagai lembaga yang berwenang untuk memberikan label tersebut tidak mungkin meloloskan produk dengan kemasan tubuh perempuan setengah telanjang.

Namun sebelum menunjuk hidung dan menjatuhkan vonis bersalah, mari kita telaah dulu apakah tindakan TW benar-benar dirancang untuk suatu kegiatan pornografi ataukah karena keterbatasan pemahamannya. Jika dilihat dari background pendidikannya- tanpa bermaksud mengecilkan peran lembaga pendidikan non formal, jelas TW tidak memiliki pemahaman yang benar terkait ketentuan yang diatur dalam pasal UU Nomor 44 Tahun 2008. Justru upaya TW dengan mengikuti kursus wirausaha memberi sedikit gambaran jika dia hanya ingin menjadi wirausahawan.

Mengapa kemudian sampai pada pemikiran membuat kemasan dan tagline yang menggoda syahwat laki-laki? Sekali lagi lihat latar belakangnya. TW masih remaja belasan tahun. Mungkin saja dari pelajaran yang diterimanya selama mengikuti kursus wirausaha, pemikirannya hanya sampai pada pengertian bahwa untuk membuat usaha di zaman internet ini harus pandai memilih ceruk pasar, brand yang unik, menarik dan menimbulkan sensasional sehingga menarik perhatian. Dari sisi marketing, kreatifitas TW tidak beda dengan pengusaha bakso yang memajang pelayan berbikini, penerbit buku yang mengirim peti mati ke kantor redaksi media massa maupun penabur uang dari pesawat terbang.

Jadi sangat arogan dan semena-mena jika sampai TW dijadikan tersangka dalam kasus produksi dan penjualan Snack Bikini. Tugas BPOM hanya sebatas memeriksa kandungan bahan-bahan makanan yang ada dalam camilan tersebut, apakah layak konsumsi atau tidak. Sepanjang memang layak konsumsi- dalam arti tidak mengandung zat yang berbahaya dan diproduksi secara benar dengan standar produksi usaha rumahan (home industry), segera kembalikan barang-barang yang disita. Jika memang ada kekeliruan, ada bahan-bahan yang tidak layak konsumsi atau kurang memenuhi standar higienis, beri pemahaman dan bimbingan yang benar. Jangan main sita dan tutup!

Untuk model kemasannya, barangkali BPOM bisa berkoordinasi dengan kepolisian. Namun bukan untuk menjadikannya sebagai tersangka, melainkan memberikan arahan dan pemahaman yang benar terkait cover kemasan agar tidak melanggar peraturan perundang-undangan dan juga norma masyarakat. Bisa juga menggandeng MUI agar TW segera mengurus sertifikat halal.

Ingat, TW adalah satu dari sekian juta remaja Indonesia yang tengah berkreasi membangun usaha. Tugas lembaga-lembaga terkait untuk memberikan bimbingan. Jangan malah mematikan passion-nya, semangatnya dan kerja kerasnya atas nama keangkuhan lembaga.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline