Tiga bulan lalu kandidat petahana pilkada DKI Jakarta Basuki Tjahaya Purnama dengan mantap memutuskan menggunakan jalur calon independen. Poin yang diingat publik, Ahok- demikian sapaan akrabnya, mengambil keputusan itu karena mendapat “ultimatum” Teman Ahok- relawan yang bertugas mengumpulkan KTP dukungan. Namun hari ini Ahok mengatakan akan mengevaluasi kembali keputusan tersebut di tengah kuatnya tekanan partai politik yang ingin mengusung dirinya.
“...kita harus ngomong dengan Teman Ahok. Teman Ahok maunya bagaimana, yang rasional bagaimana, begitu saja," tutur Ahok seperti dikutip di sini.
Tanda-tanda Ahok akan “selingkuh” dari Teman Ahok sebenarnya sudah terbaca dalam beberapa pekan terakhir. Guyonan soal mundurnya Heru Budi Hartono sebagai calon wakilnya untuk memberi kesempatan kepada Djarot Saiful Hidayat hingga hingga tekanan dari PDIP, Golkar dan terakhir Nasdem, membuat spekulasi Ahok akan meninggalkan relawannya yang sudah berhasil mengumpulkan hampir 1 juta KTP dukungan, semakin liar. Sejumlah relawan pun mengancam akan membuang KTP dukungan yang telah dikumpulkan. Bahkan sutradara dan penata artistik Jay Subiakto akan langsung mencabut dukungannya jika Ahok benar-benar maju melalui jalur partai politik. Di sini
Menariknya, pernyataan Ahok yang akan mengevaluasi kembali pencalonan dirinya melalui jalur independen bersamaan dengan rilis anggota Komisi VII DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Adian Napitupulu yang menyebutkan Presiden Joko Widodo tidak ingin Ahok maju lewat jalur independen. Pernyataan tersebut dikemukakan awal Mei lalu dan Adian mengaku sudah menyampaikan sikap Jokowi tersebut kepada Ahok.
Masih menurut Adian, Presiden Jokowi menyayangi Ahok tapi Presiden Jokowi jauh lebih menyayangi rakyat Jakarta. Sebab jika tetap maju menggunakan jalur independen, kemungkinan menang memang ada namun yang pasti program kerjanya akan terganjal di DPRD seperti yang terjadi selama ini di mana pembahasan APBD dan juga perda usulan Pemprov DKI tidak pernah berjalan mulus. Di sini
Sebenarnya, andai dulu Teman Ahok sedikit memikirkan posisi Jokowi, kondisinya tidak akan seperti sekarang ini. Sikap permusuhan Teman Ahok ke PDIP membuat posisi Jokowi terjepit karena di satu sisi Jokowi ingin mendukung Ahok, namun di sisi lain dirinya tidak mungkin berseberangan dengan PDIP seperti pernah ditulis Teman Ahok Makan Nangka, Jokowi Kena Getahnya
Tentu saat ini belum final apakah akan maju melalui jalur independen ataukah partai politik. Ahok akan menunggu dulu kepastian dukungan dari Partai Golkar yang diperkirakan diputus pada satu-dua minggu. Ahok tidak akan percaya begitu saja pada statemen Pelaksana Tugas Ketua DPD Partai Golkar DKI Jakarta Yorrys Raweyai bahwa partainya sudah satu suara mendukung Ahok. Apalagi masih ada kader Golkar Jakarta yang justru terang-terangan menolak Ahok seperti Zainuddin alias Oding.
Ahok juga harus mewaspadai manuver Golkar karena dalam beberapa kali pernyataannya, Setya Novanto memberi isyarat hanya akan mendukung jika Ahok maju melalui jalur partai politik. Di sini
Artinya pernyataan dukungan yang disampaikan Setya Novanto dan juga Yorrys memiliki pesan ganda. Jika Ahok tetap maju melalui jaluir independen, bukan mustahil Golkar akan mencabut dukungan sehingga konstelasi politik di DPRD pasca pilkada 2017 benar-benar membuat Ahok tidak bisa menjalankan program kerjanya.
Kepastian yang diharapkan Ahok dari PDIP saat dirinya hadir dalam acara haul ke-3 Taufiq Kiemas beberapa hari lalu, ternyata tidak didapat, malah terkesan blunder. Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri tetap keukeuh pada pendiriannya. Jika ingin mendapatkan dukungan PDIP, Ahok harus terlebih dulu menyatakan tidak akan maju dari jalur independen dan mau mengikuti mekanisme partai. Sikap Megawati sempat memancing emosi Ahok sehingga sesaat setelah keluar dari kediaman Megawati, Ahok langsung berkoar dirinya semakin mantap maju melalui jalur independen. Di sini
Akankah kisah antara Teman Ahok dan Ahok tak akan mencapai klimaks? Jika Ahok mengatakan isu dirinya dengan PDIP merupakan never ending story, akankah hubungan dengan Teman Ahok menjadi “kisah yang tak selesai”?