Lihat ke Halaman Asli

Yon Bayu

TERVERIFIKASI

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Benarkah Pasal 48 Ayat 3 Huruf 3a UU Pilkada untuk Menjegal Calon Independen?

Diperbarui: 5 Juni 2016   19:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Salah satu penggagas Jogja Independent Busyro Muqqoddas mempersoalkan verifikasi faktual terhadap dukungan calon independen. Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi itu menuding mekanisme verifikasi faktual dalam UU Pilkada hasil revisi yang baru disahkan DPR, secara eksplisit dimaksudkan untuk menghambat calon independen. Benarkah  Pasal 48 ayat 3a terkait verifikasi faktual dengan metode sensus dimaksudkan untuk menjegal calon independen?

Pasal 48 ayat 3 UU Pilkada selengkapnya berbunyi:

Verifikasi faktual sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak dokumen syarat dukungan pasangan calon perseorangan diserahkan ke PPS.

3a. Verifikasi faktual sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan dengan metode sensus dengan menemui langsung setiap pendukung calon.
3b. Verifikasi faktual sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), terhadap pendukung calon yang tidak dapat ditemui pada saat verifikasi faktual, pasangan calon diberikan kesempatan untuk menghadirkan pendukung calon yang dimaksud di kantor PPS paling lambat 3 (tiga) hari terhitung sejak PPS tidak dapat menemui pendukung tersebut.
3c. Jika pasangan calon tidak dapat menghadirkan pendukung calon dalam verifikasi faktual sebagaimana dimaksud pada ayat (3b), maka dukungan calon dinyatakan tidak memenuhi syarat.
3d. Hasil verifikasi faktual berdasarkan nama sebagaimana dimaksud pada ayat (3a), ayat (3b), dan ayat (3c) tidak diumumkan.

Metode sensus yang dipakai untuk melakukan verifikasi faktul terhadap bukti dukungan bagi calon independen berbeda dengan ketentuan sebelumnya yang menggunakan metode acak (random). Secara umum pengertian metode sensus berarti memverifikasi seluruh bukti dukungan yang diserahkan calon independen ke Komisi Pemilihan Umum (KPU). Artinya KPU akan menanyai satu persatu orang-orang yang menyatakan telah mendukung calon independen. Jika saat didatangi anggota Panitia Pemungutan Suara (PPS) yang bersangkutan tidak ada di tempat, maka diberi waktu selama 3 hari untuk melakukan konfirmasi ke kantor PPS setempat.

Metode ini dinilai sangat memberatkan calon independen. Bisa saja orang yang telah memberikan dukungan sedang bepergian keluar daerah sampai beberapa hari ke depan sehingga tidak bisa datang ke kantor PPS. Dengan kondisi seperti itu maka dukungannya akan dinyatakan hangus. Menurut Busro ketentuan pasal tersebut bertentangan dengan salah satu pasal dalam UUD 1945 yakni kedaulatan ada di tangan rakyat. Untuk itu Busro mengaku dirinya tengah menggalang dukungan untuk menggugat UU Pilkada ke Mahkamah Konstitusi.

Namun benarkah klaim Busro? Dalam beberapa pilkada sebelumnya, verifikasi faktual pun sudah dilakukan. Verifikasi faktual dilakukan secara acak setelah syarat dukungan berupa copy KTP dan surat pernyataan dari masyarakat diserahkan oleh calon independen ke KPU. Verifikasi faktual dimaksudkan untuk menghindari terjadinya pengumpulan KTP secara tidak benar. Bukan rahasia lagi jika ada tim relawan calon independen yang mengumpulkan copy KTP dukungan dengan cara-cara yang tidak benar semisal mengambil dari ketua RT, perusahaan yang mengharuskan adanya copy KTP sebagai syarat transaksi, kantor Samsat, dll.

Pada saat awal-awal diperbolehkannya calon independen dalam kontestasi pilkada, PPS sering menemukan adanya KTP dukungan yang tidak valid. Misalnya, pemilik KTP tidak merasa memberikan dukungan, pemilik KTP sudah meninggal dunia, pemilik KTP sudah pindah alamat, dll. Saat dilakukan verifikasi faktual terhadap copy KTP dukungan pasangan calon independen pada pemilihan gubernur dan wakil gubernur Lampung 2008, Muhajir Utomo – mantan Rektor Universitas Lampung, yang berpasangan dengan Andi Arief, aktivis 98 dan belakangan menjadi staf khusus presiden di era Susilo Bambang Yudhoyono, serta pasangan mantan Kapolda Metro Jaya, Sofyan Jacoeb dan Bambang Waluyo Utomo, ditemukan hal-hal semacam itu. Bahkan KTP kakak calon petahana Sjachroeddin ZP termasuk dalam copy KTP dukungan calon independen. Tulisan terkait di sini.

Dalam perkembangannya, terutama pilkada setelah gelaran Pemilu 2009 dan Pemilu 2014, kualitas dukungan yang diberikan para calon independen semakin baik. Jarang lagi ditemukan adanya KTP hasil ‘nyolong’. Namun bukan berarti tidak ada sama sekali. Hanya prosentasenya yang turun. Jika tidak dilakukan verifikasi faktual, apakah Busro punya cara lain untuk memastikan tidak adanya KTP dukungan yang bodong?

Dari pemaparan di atas jelaslah verifikasi faktual tetap diperlu dilakukan meski sudah ada surat pernyataan yang ditandatangani langsung oleh pemilik KTP (tanda tangan basah). Hanya saja jika verifikasi tersebut dilakukan dengan menggunakan metode sensus tentu sangat memberatkan bukan saja bagi calon independen, namun juga bagi PPS.

Kita ambil contoh pilkada DKI Jakarta. Calon petahana Basuki Tjahaya Purnama (Ahok) diperkirakan akan maju melalui jalur independen. Kita asumsikan Ahok melalui relawan Teman Ahok berhasil mengumpulkan 1 juta KTP dukungan. Di Jakarta setidaknya ada 267 kelurahan (2013). Jika kita ambil rata-rata, maka setiap PPS akan memverifikasi sekitar 4.000 KTP. Dengan waktu kerja hanya 14 hari, maka satu PPS harus bisa memverifikasi sekitar 285 KTP perhari. Mungkinkah? Jika pun dibagi tiga, dalam artian anggota PPS bekerja sendiri-sendiri, jumlah yang harus diverifikasi masih tinggi yakni sekitar 95 orang per hari per anggota PPS.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline