Lihat ke Halaman Asli

Yon Bayu

TERVERIFIKASI

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Kasihan, Ternyata Heru Cuma Ban Serep

Diperbarui: 31 Mei 2016   17:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Heru Budi Hartono. (Kompas.com)

Ada beberapa gestur politik yang bisa dimaknai sebagai keinginan terpendam calon petahana Basuki Tjahaya Purnama (Ahok) untuk diusung oleh PDI Perjuangan. Klaim dukungan dari Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri hingga guyonan soal mundurnya Heru Budi Hartono sebagai calon pendampingnya, memiliki multi interpretatif.

Dalam beberapa hari terakhir muncul isu Heru akan mundur sebagai bakal calon wakil gubernur pada Pilkada DKI 2017. Isu itu semakin santer ketika Heru tidak hadir dalam kegiatan Teman Ahok Fair yang digelar selama dua hari, Sabtu dan Minggu lalu. Alasan Ahok jika tidak tidak datang karena ada kesibukan untuk mempersiapkan rapat di Balai Kota, menjadi janggal karena pada hari sebelumnya Heru juga tidak tampak di lokasi Teman Ahok Fair yang di pusatkan di Gudang Sarinah Ecosystem, Jalan Pancoran Timur, Jakarta Selatan.

Tidak heran jika kemarin Heru langsung ditanya wartawan usai bertemu Wakil Gubernur Djarot Saiful Hidayat. Terkait ketidakhadirannya pada even Teman Ahok Fair, Heru berkilah dirinya masih PNS (pegawai negeri sipil). Jadi, belum boleh datang ke acara terkait pilkada. Namun saat ditanya isu dirinya akan mundur sebagai calon wakil gubernur pendamping Ahok, Heru tidak mau memberikan jawaban yang jelas. Bahkan melemparkan kembali kepada Ahok. Apa jawaban Ahok?

“Mungkin beliau mau ngalah buat Pak Djarot kali," ujar Ahok seperti dikutip dari kompas.com kompas.com

Apa yang sebenarnya terjadi? Jika jawaban Ahok yang pertama terkait ketidakhadiran Heru di acara Teman Ahok Fair begitu janggal, maka jawaban kedua lebih janggal lagi. Sebab Djarot memang tengah mencari dukungan dari partainya untuk maju dalam gelaran pilgub mendatang. Kader PDIP itu tidak pernah mengatakan secara tegas apakah diri akan maju sebagai calon gubernur atau calon wakil gubernur. Bahkan beberapa kali dirinya mengatakan cocok menjadi wakil Ahok. Selangkapnya di sini

Bisa saja Ahok memang sengaja sedang bercanda karena menganggap isu itu tidak penting. Bahkan mungkin sengaja dihembuskan lawan-lawan politiknya sebagai psywar terhadap tim Ahok. Namun jika melihat alurnya, bukan tidak mungkin isu itu justru dihembuskan sendiri oleh tim Ahok sebagai message kepada Megawati jika dirinya masih belum menutup diri untuk dipasangkan dengan calon dari PDIP.

Artinya sejak awal Heru sudah diberitahu sewaktu-waktu dirinya akan dilepas jika PDIP resmi meminangnya. Dengan kata lain Ahok memasang Heru hanya sebagai ban serep untuk antisipasi manakala PDIP tidak mengusungnya. Sikap Heru yang tampak tidak terlalu antusias, bahkan tidak terlihat ada upaya untuk menggalang kekuatan politik secara riil, menjadi pertanda tersebut. Boleh saja Heru berlindung di balik baju PNS-nya. Atau bergerak secara diam-diam untuk menghindari polemik di masyarakat? Tetapi jika pun itu benar, “getarannya” pasti bisa dirasakannya.

Mengapa Ahok susah payah mengumpulkan KTP melalui temanahok? Seperti diketahui niat awal Ahok mengumpulkan KTP hanya sebagai antisipasi jika tidak ada partai politik yang mau mengusung. Kedua, dengan memiliki perahu sendiri (KTP dukungan) Ahok merasa yakin akan lebih leluasa melakukan bargaining (baca: menekan) partai politik, utamanya PDIP. Ketiga, Ahok akan memiliki legitimasi manakala setelah memenangkan pilkada kembali berkhianat kepeda partai pengusungnya. Kalimat “Jika pun lu tidak usung, gue juga bisa nyalon karena sudah memiliki perahu sendiri” akan menjadi alat pukul yang efektif bagi Ahok manakala hal itu benar-benar terjadi.

Namun skenario itu berantakan gara-gara konsultan politiknya dari Cyrus Network dan Sunny Tanuwidjaja tidak sabar mengikuti alur yang sudah mereka ciptakan sebelumnya. Antusiasme  warga membuat mereka terbuai angan yang terlalu tinggi. Apalagi PDIP tidak segera memberikan sign positif. Jika mengikuti mekanisme PDIP, dan ternyata PDIP tidak jadi mengusung Ahok, mereka akan kehilangan banyak waktu. Namun yang lebih 'menakutkan' andai PDIP tetap mengusung tapi dengan keharusan ini-itu yang merugikan Cyrus Network (bukan Ahok). Akhirnya mereka mendesak Ahok untuk segera menentukan pilihan. Hasilnya sudah kita ketahui bersama yakni Ahok memutuskan melanjutkan gambling melalui jalur perseorangan dengan menggandeng Heru karena Djarot enggan menjadi pendampingnya jika tidak melalui PDIP.             

Dalam perkembangannya, Ahok mulai merasa pilihan menggunakan jalur independen tidak seperti yang diharapkan karena selain memerlukan biaya yang sangat besar (tercermin dari ungkapan Ahok kepada Basuri- adiknya, yang ingin mengikuti langkahnya di pilkada Bangka Belitung), juga penuh ketidakpastian. Proses verifikasi KTP dukungan akan menjadi sangat rumit karena dilakukan secara acak. Belum lagi potensi adanya KTP susupan yang bisa menjegal langkahnya. Ingat, jika kelak lawannya bisa membuktikan sekian persen KTP dukungan tersebut didapat tidak dengan melalui cara-cara yang benar, maka pencalonan Ahok akan gugur dengan sendirinya. Untuk urusan ini, kepintaran Yusril Ihza Mahendra tidak perlu diragukan lagi. Saat Yusril membuka lubang terkait kesalahan prosedur tata cara pengumpulan KTP dukungan, sebenarnya bukan untuk mengingatkan Ahok dan relawannya, tetapi sebagai pesan ancaman jika dirinya tahu banyak kelemahan di sisi itu.

Melihat terjalnya jalan yang harus dilalui, Ahok terus mengirim sinyal kepada partai politik jika dirinya ingin diusung oleh partai. PKB, PAN, PDIP dan terakhir Golkar, terus diklaim sebagai pendukungnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline