Lihat ke Halaman Asli

Yon Bayu

TERVERIFIKASI

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Catat! Tanah Negara Boleh Menjadi Hak Milik

Diperbarui: 29 April 2016   08:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pasar ikan Luar Batang. Kompas.com/David Oliver Purba

Polemik status tanah Kampung Luar Batang Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara  antara Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaya Purnama (ahok) dengan warga setempat yang diwakili oleh pengacara senior Yusril Ihza Mahenda (YIM) dipastikan akan berakhir tragis. 

Sadar akan kalah jika kasus tersebut dibawa ke pengadilan, Ahok menunda rencana penggusuran dengan alasan belum tersedianya rusun sewa bagi warga korban gusuran. Sementara warga (baca: YIM) belum bisa mengajukan gugatan sepanjang belum ada proses penggusuran, seperti surat pemberitahuan akan dilakukan penggusuran.  

Ahok akan mencari momentum yang tepat- semisal terjadi keracunan massal dari ikan yang dikonsumsi warga, untuk melakukan penggusuran. Tabrakan maut yang dijadikan landasan penggusuran warga Kalijodo dan penangkapan pengemis sebagai alasan pencabutan 3 in1, adalah dua contoh kebijakan reaktif Ahok dalam membenahi Jakarta. Pola seperti itu dinilai efektif karena tidak memberikan kesempatan kepada warga untuk bernegoisasi, menolak, apalagi menggugat.

Sebab sekali pun dilakukan gugatan perwakilan (class action) ke PTUN, putusan hakim biasanya didasarkan pada realita di lapangan. Artinya bisa saja hakim memenangkan gugatan warga, namun tidak memerintahkan kepada tergugat untuk mengembalikan ke kondisi awal sebelum penggusuran. 

Dengan posisi seperti itu, proses selanjutnya akan dilakukan di luar pengadilan di mana titik bahasannya bukan lagi soal penolakan penggusuran tetapi besaran ganti rugi atas tanah tersebut. 

Jika ilustrasi itu diterapkan untuk kasus Luar Batang, maka pemenang sejatinya tetap pemerintah daerah. Bukankah sejak awal Pemda DKI Jakarta (baca: Ahok)  sudah siap membeli tanah yang memiliki sertifikat, namun ditolak karena warga enggan digusur?

Kasus ini berbeda dengan kasus gugatan warga Bidara Cina Jakarta Timur, terhadap Pemprov DKI Jakarta terkait sodetan kali Ciliwung Kanal Banjir Timur (KBT). 

Warga mendasarkan gugatannya pada rencana kebijakan yang sudah tertulis/menjadi keputusan yakni Surat Keputusan (SK) Nomor 2779 Tahun 2015 tentang memperluas area garapan proyek Sodetan Kali Ciliwung dari sebelumnya 6.000 meter persegi menjadi 10.000 meter persegi. Ketika dalam putusannya hakim memenangkan gugatan warga, pemda pun tidak bisa berbuat apa-apa karena penggusuran belum dilakukan.

Ada pendapat yang mengatakan Ahok kalah di Bidara Cina karena lahan yang dikuasai warga bukan milik negara. Sedangkan lahan di Kalijodo, Kampung Pulo, Pasar Ikan, dan Luar Batang milik negara sehingga Ahok tidak akan kalah. 

Pendapat itu jelas keliru karena dengan mudah akan dipatahkan melalui dalil sebagaimana dikatakan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional RI Ferry Mursyidan Baldan bahwa lahan negara yang telah dikuasai oleh warga selama minimal 10 tahun, bisa diajukan sebagai hak milik.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline