Lihat ke Halaman Asli

Meski Nomor Satu, Tetap Diduakan

Diperbarui: 23 Juni 2015   23:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Doa dibumbungkannya mengiringi kepergian suami ke tanah rantau guna menafkahi keluarga. Begitu lama menunggu dengan segala doa dan haru, belum juga ada kabar. Kabar baik maupun sebaliknya kabar buruk. Sampai akhirnya tiba juga kabar yang ditunggu. Suami pulang dengan segala keberhasilan. Dan..... Dan, berkat keberhasilan kerjanya suami diambil sebagai menantu Bos Besar.

Apadaya, ia perempuan... Haruskah selalu begini hidup sebagai perempuan? Pertanyaan ke dua, apakah memang seperti itu laki-laki? "Aku perempuan, dia laki-laki. Kalau perempuan harus selalu begini dan laki-laki selalu begitu, apakah akan selalu seperti ini hubungan ini terjadi?"

Bukan hanya masa kini, masa lalu pun demikian. Pada jaman Yunani Purba, bahkan Zeus pun istrinya begitu banyak. Bahkan istrinya itu adalah saudara-saudaranya sendiri. Juga kakak-kakaknya, selain putri-putri Dewa lain dan juga putri manusia. Di antara para istri memang ada muncul perselisihan, namun umumnya menerima kenyataan...

Sedang di jaman Nabi-nabi Alkitab, contoh nyata adalah Ibrahim alias Abraham yang berbini Sarah dan Hagar. Perselisihan ada, Sarah cemburu pada madunya, meski gundik, karena Hagar memberi anak terlebih dulu.

Tak terhitung lagi kasus serupa, meski ada yang poliandri, selalu poligami yang paling banyak dan dianggap lazim pada begitu banyak masyarakat. Maka baiklah kita mengambil yang sedikit itu, yaitu yang poliandri. Adakah para lelaki yang diduakan itu, meski tetap nomor satu, juga mengalami perasaan dan sikap yang sama seperti kasus di atas?

Paling nyata pada kisah Pendawa Lima, pada agama Hindu. Kelima Pandawa -Yudistira, Bima, Arjuna, Nakula dan Sadewa- adalah istri Drupadi. Adakah kelima satria Pandu ini saling cemburu? Tampaknya dalam cerita malah akur-akur saja, dan "setia menanti giliran". Benarkah nyatanya demikian?

Kalau dianggap perkawinan/ pernikahan adalah pelacuran yang terlegalisasi, sebenarnya paradigmanya juga dapat dibalik. Bahwa, pelacuran adalah perkawinan/ pernikahan tanpa legalisasi. Maka, ajang antri, menunggu giliran, kerelaan berbagi pada para pria hidung belang pada perempuan pelacurnya, adalah begitu nyata. Tanpa ada rasa cemburu dan dinomorduakan. Bahkan mungkin mereka sama-sama tidak kenal, dan cuek.

Namun bila pada suatu waktu tahu bahwa perempuan pelacurnya (baca=istri non legal) sedang di kamar berdua dengan lelaki lain,jangan dikata, cemburu pasti ada. Benarkah begitu? Barangkali yang berpengalaman yang bisa bercerita. Namun pada dasarnya selain lelaki hidung belang (baca= lelaki pelacur) ini mau dinomorduakan, diapun tetap kelayapan ke istri non legal lain untuk juga menomorduakan mereka.

Jadi soal nomor satu dan nomor dua, nomor satu tapi diduakan dan sebagainya, menjadi absurd lagi kondisinya. Siapakah yang sebenarnya nomor satu, siapakah yang sebetulnya nomor dua. Siapa yang dinomorsatukan, siapa yang dinomorduakan. Penempatan ranking itu pada status, hati atau perasaan? Atau tindakan pemberian perhatian? Pemberian harta? Tetap siapapun dapat nomor satu dan nomor lain. Siapapun dapat dinomorduakan siapapun dapat dinomorsatukan, bahkan nomor dan ranking berapapun.

Pada kondisi ini pula makin terasa, bahwa manusia itu bebas nomor. Bernomor bebas. Bebas Ranking. Berangking bebas. Bebas klas.Berkelas bebas. Jangan dikira suami dan bapak-bapak yang berkelas tinggi nomor satu di keluarga, dan juga di depan pelacur saat berdua di kamar non legal, dia juga nomor satu bagi para istri non legal ini sekeluar dan sepulangnya dia dari kamar keluarga non legal ini.

Fakta berbicara, perempuan X alias istri non legal ini di belakang mereka sering membicarakan dan menceritakan kejelekan, ketololan, kedunguan, kekonyolan lelaki hidung belang alias suami non legal ini habis-habisan. Lelaki nomor satu itu betul-betul menjadi laki-laki tanpa nomor di telapak kaki mereka.

Bagaimana dengan suami dan istri yang legal? Sama saja. Tidak kurang-kurang. Jangan membela diri itulah yang namanya manusia.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline